Pemangku amanah Republik Indonesia(4)

PRESIDEN-PRESIDEN

INDONESIA

(2)

Jend. Besar TNI Purn. H. M. Soeharto


Presiden Indonesia ke-2

Masa jabatan
12 Maret 1967 – 21 Mei 1998(31 tahun)
Wakil Presiden Sri Sultan Hamengkubuwono IX (1973)
Adam Malik (1978)
Umar Wirahadikusumah (1983)
Sudharmono (1988)
Try Sutrisno (1993)
B.J. Habibie (1998)
Pendahulu Soekarno
Pengganti B.J. Habibie

 

Lahir 8 Juni 1921
Kemusuk, DI Yogyakarta
Meninggal 27 Januari 2008, jam 13.10 WIB (umur 87)
Jakarta, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Partai politik Golkar
Suami/Istri Ibu Tien Soeharto (almh)
Anak Siti Hardijanti Rukmana (Tutut),Sigit Harjojudanto (Sigit), Bambang Trihatmodjo (Bambang),Siti Hediati Hariyadi (Titiek),Hutomo Mandala Putra (Tommy) dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek)
Profesi Tentara
Agama Islam

Jend. Besar TNI Purn. Haji Moehammad Soeharto, (ER, EYD: Suharto) (lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – wafat di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur 86 tahun[1]) adalah Presiden Indonesia yang kedua, menggantikan Soekarno, dari 1967 sampai 1998.

Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September, Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung jawab dan memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan lebih dari 500.000 jiwa

Soeharto kemudian mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya Kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai presiden. Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie.

Peninggalan Soeharto masih diperdebatkan sampai saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang disebut Orde Baru, Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur. Suharto juga membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur, dan dianggap sebagai rejim paling korupsi sepanjang masa dengan jumlah US$15 milyar sampai US$35 milyar.[3] Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008.

Soeharto menikah dengan Siti Hartinah (“Tien”) dan dikaruniai enam anak, yaitu Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi (Titiek), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).

 

Prof. Dr.-Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie


Presiden Indonesia ke-3

Masa jabatan
21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999(1 tahun)
Wakil Presiden Tidak ada
Pendahulu Soeharto
Pengganti Abdurrahman Wahid


Wakil Presiden Indonesia ke-7

Masa jabatan
14 Maret, 1998 – 21 Mei, 1998
Pendahulu Try Sutrisno
Pengganti Megawati Sukarnoputri (pada 1999)

 

Lahir 25 Juni 1936 (umur 72)
Parepare, Sulawesi Selatan
Partai politik Golkar
Suami/Istri Hasri Ainun Habibie
Anak Ilham Akbar dan Thareq Kemal
Agama Islam

Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936; umur 72 tahun) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.

Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.

Baik Alwi Abdul Jalil Habibie maupun R.A.Tuti Marini Puspowardojo bukan kelahiran Sulawesi Selatan. Alwi Abdul Jalil Habibie lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A.Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunya anak seorang spesialis mata di Yogya, ayahnya bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah. Ia bersaudara tujuh orang.[2]

Beliau belajar teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 19551965 dia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingineur pada 1960 dan gelar doktor ingineur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Dia kemudian bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm di Hamburg, hingga mencapai puncak karir sebagai wakil presiden bidang teknologi. Pada 1973 kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto.

K. H. Abdurrahman Wahid

Presiden Indonesia ke-4

Masa jabatan
20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001(1 tahun)
Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri
Pendahulu Baharuddin Jusuf Habibie
Pengganti Megawati Sukarnoputri

 

Lahir 7 September 1940 (umur 68)
Jombang, Jawa Timur
Partai politik Partai Kebangkitan Bangsa
Suami/Istri Shinta Nuriyah
Anak Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari
Agama Islam
Situs resmi http://www.gusdur.net

KH Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940; umur 68 tahun; terlahir dengan nama Abdurrahman Addakhil[1]) adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia adalah ketua Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Wahid menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999. Masa kepresidenan yang dimulai pada 20 Oktober 1999 berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR.


Abdurrahman Wahid menyelenggarakan pemerintahan dengan dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional.

Hj. Megawati Soekarnoputri


Presiden Indonesia ke-5

Masa jabatan
23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004(3 tahun)
Wakil Presiden Hamzah Haz
Pendahulu Abdurrahman Wahid
Pengganti Susilo Bambang Yudhoyono


Wakil Presiden Indonesia ke-8

Masa jabatan
1999 – 2001
Presiden Abdurrahman Wahid
Pendahulu BJ Habibie
Pengganti Hamzah Haz

Ketua Umum PDI Perjuangan

Sedang Menjabat
Mulai menjabat
1999
Pendahulu Tidak ada

 

Lahir 23 Januari 1947 (umur 62)
Yogyakarta, Indonesia
Partai politik PDI-Perjuangan
Suami/Istri Surendro (alm),Taufiq Kiemas
Anak Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama(dari Surendro (alm)),Puan Maharani(dari Taufiq Kiemas)
Agama Muslim
Situs resmi website resmi

Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri (lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947; umur 62 tahun) adalah Presiden Indonesia dari 23 Juli 200120 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita pertama dan presiden kelima di Indonesia. Namanya cukup dikenal dengan

Megawati Soekarnoputri. Pada 20 September 2004, ia kalah dalam tahap kedua pemilu presiden 2004. Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 19992001, ia adalah Wakil Presiden.

 

Jend. TNI (Purn.) Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono


Presiden Indonesia ke-6

Masa jabatan
20 Oktober 2004 – sekarang (4 tahun)
Wakil Presiden Jusuf Kalla
Pendahulu Megawati Soekarnoputri

 

Lahir 9 September 1949 (umur 59)
Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Indonesia
Partai politik Partai Demokrat
Suami/Istri Ani Yudhoyono
Anak Agus Harimurti Yudhoyono (lahir 1979) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1982)
Agama Islam

Jend. TNI Purn. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Indonesia, 9 September 1949; umur 59 tahun) adalah pensiunan jenderal militer Indonesia dan Presiden Indonesia ke-6 yang terpilih dalam pemilihan umum secara langsung oleh rakyat pertama kali. Yudhoyono menang dalam pemilu presiden September 2004 melalui dua tahapan pemilu presiden atas kandidat Presiden Megawati Sukarnoputri. Ia mulai menjabat pada 20 Oktober 2004 bersama Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden.

Yudhoyono yang dipanggil Sus oleh orang tuanya dan populer dengan panggilan SBY, melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya di Pacitan. Melalui amandemen UUD 1945 yang memungkinkan presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, ia kemudian terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia pertama pilihan rakyat. Ia menjadi presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999 dan tampil sebagai salah seorang pendiri Partai Demokrat. Pangkat terakhir Susilo Bambang Yudhoyono adalah Jenderal TNI sebelum pensiun pada 25 September 2000. Selama di militer lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono.

Keunggulan suaranya dari Presiden sebelumnya, Megawati Soekarnoputri pada pemilu 2004 membuatnya terpilih sebagai kepala negara Indonesia. Dalam kehidupan pribadinya, Ia menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan anak perempuan ketiga Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo (alm), komandan RPKAD (kini Kopassus) yang turut membantu menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965.

Pemangku amanah Republik Indonesia(3)

PRESIDEN-PRESIDEN INDONESIA

(1)

 

Ir. Soekarno- Presiden RI- ke.1

Ir. Soekarno


Presiden Indonesia ke-1

Masa jabatan
17 Agustus 1945 – 12 Maret 1967(21 tahun)
Wakil Presiden Mohammad Hatta
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru
Pengganti Soeharto

 

Lahir 6 Juni 1901
Blitar, Jawa Timur
Meninggal 21 Juni 1970, jam 07.00 WIB (umur 69)
Jakarta
Kebangsaan Indonesia
Partai politik PNI
Suami/Istri Oetari(1921-1923),Inggit Garnasih(1923-1943),Fatmawati Soekarno(1943-1956),Hartini(1952-1970),Kartini Manoppo(1959-1968),Ratna Sari Dewi Soekarno(1962-1970),Haryati(1963-1966),Yurike Sanger(1964-1968),Kartini Manoppo,Heldy Djafar(1966-1969)
Anak Guntur Soekarnoputra,Megawati Soekarnoputri,Rachmawati Soekarnoputri,Sukmawati Soekarnoputri,Guruh Soekarnoputra(dari Fatmawati Soekarno),Taufan Soekarnoputra,Bayu Soekarnoputra(dari Hartini),Totok Suryawan(dari Kartini Manoppo) dan Kartika Sari Dewi Soekarno(dari Ratna Sari Dewi Soekarno)
Tanda tangan


Ir. Soekarno
1 (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – wafat di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.

Ia menerbitkan Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial itu, yang konon, antara lain isinya adalah menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga kewibawaannya. Tetapi Supersemar tersebut disalahgunakan oleh Letnan Jenderal Soeharto untuk merongrong kewibawaannya dengan jalan menuduhnya ikut mendalangi Gerakan 30 September. Tuduhan itu menyebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang anggotanya telah diganti dengan orang yang pro Soeharto, mengalihkan kepresidenan kepada Soeharto.

 

Syafruddin Prawiranegara

Mr. Syafruddin Prawiranegara


Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia

Masa jabatan
19 Desember 1948 – 13 Juli 1949
Pendahulu Soekarno
Pengganti Soekarno

 

Lahir 28 Februari 1911
Meninggal 15 Februari 1989 (umur 77)
Suami/Istri T. Halimah Syehabuddin Prawiranegara
Agama Islam

Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara (Banten, 28 Februari 191115 Februari 1989) adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948.

Perjalanan hidup

Dua kali menjadi menteri keuangan, satu kali menteri kemakmuran, dan satu kali wakil perdana menteri, Syafrudin Prawiranegara akhirnya memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Dan, ternyata, tidak mudah. Berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar. Juni 1985, ia diperiksa lagi sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di masjid Al-A’raf, Tanjung Priok, Jakarta.

“Saya ingin mati di dalam Islam. Dan ingin menyadarkan, bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah,” ujar ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI) itu tentang aktivitasnya itu.

Namanya sangat populer pada 1950-an. Pada Maret 1950, misalnya, selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin. Namun, Syafruddin juga yang membentuk pemerintahan darurat RI, ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka, 1948. “Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Akhirnya, Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta,” tuturnya.

Pada awal tahun 1958, PRRI berdiri akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah karena ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan pengaruh komunis (terutama PKI) yang semakin menguat. Syafruddin diangkat sebagai Presiden PRRI yang berbasis di Sumatera Tengah.

Di masa kecilnya akrab dengan panggilan “Kuding”, dalam tubuh Syafruddin mengalir darah campuran Banten dan Minang. Buyutnya, Sutan Alam Intan, masih keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Menikah dengan putri bangsawan Banten, lahirlah kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Itulah ayah Kuding yang, walaupun bekerja sebagai jaksa, cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang Belanda ke Jawa Timur.

Kuding, yang gemar membaca kisah petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi — “Ingin menjadi orang besar,” katanya. Itulah sebabnya ia masuk Sekolah Tinggi Hukum (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta (Batavia). Di tengah kesibukannya sebagai mubalig, bekas gubernur Bank Sentral 1951 ini masih sempat menyusun buku Sejarah Moneter, dengan bantuan Oei Beng To, direktur utama Lembaga Keuangan Indonesia.

Dari delapan anaknya, Syafruddin mempunyai sekitar lima belas cucu. Cucunya ketiga belas lahir di Australia sebagai bayi tabung pertama keluarga Indonesia, 1981. Istrinya, Nyonya T. Halimah Syehabuddin Prawiranegara, wanita kelahiran Aceh, meninggal dunia pada Agustus 2006. [1]

Ir. Soekarno


Presiden Indonesia ke-1

Masa jabatan
17 Agustus 1945 – 12 Maret 1967(21 tahun)
Wakil Presiden Mohammad Hatta
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru
Pengganti Soeharto

 

Republik Indonesia Serikat

Republik Indonesia Serikat
Republic of United States of Indonesia
Federasi
1949 – 1950
Bendera Lambang

Peta RIS. Bagian merah adalah RI

Ibu kota Jakarta
Bahasa Bahasa Indonesia
Pemerintahan Republik federal
Presiden
– 1949 – 1950 Soekarno
Perdana Menteri
– 1949 – 1950 Mohammad Hatta
Era bersejarah Pasca Perang Dunia II
– Didirikan 27 Desember 1949
– Dibubarkan 17 Agustus 1950

Republik Indonesia Serikat, disingkat RIS, adalah suatu negara federasi yang berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB.

Republik Indonesia Serikat terdiri beberapa negara bagian, yaitu:

  1. Republik Indonesia
  2. Negara Indonesia Timur
  3. Negara Pasundan
  4. Negara Jawa Timur
  5. Negara Madura
  6. Negara Sumatra Timur
  7. Negara Sumatra Selatan

Di samping itu, ada juga negara-negara yang berdiri sendiri dan tak tergabung dalam federasi, yaitu:

  1. Jawa Tengah
  2. Kalimantan Barat
  3. Dayak Besar
  4. Daerah Banjar
  5. Kalimantan Tenggara
  6. Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir)
  7. Bangka
  8. Belitung
  9. Riau

Republik Indonesia Serikat dibubarkan pada 17 Agustus 1950.

Republik Indonesia Serikat memiliki konstitusi yaitu Konstitusi RIS. Piagam Konstitusi RIS ditandatangani oleh para Pimpinan Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu

  1. Mr. Susanto Tirtoprodjo dari Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville.
  2. Sultan Hamid II dari Daerah Istimewa Kalimantan Barat
  3. Ide Anak Agoeng Gde Agoeng dari Negara Indonesia Timur
  4. R.A.A. Tjakraningrat dari Negara Madura
  5. Mohammad Hanafiah dari Daerah Banjar
  6. Mohammad Jusuf Rasidi dari Bangka
  7. K.A. Mohammad Jusuf dari Belitung
  8. Muhran bin Haji Ali dari Dayak Besar
  9. Dr. R.V. Sudjito dari Jawa Tengah
  10. Raden Soedarmo dari Negara Jawa Timur
  11. M. Jamani dari Kalimantan Tenggara
  12. A.P. Sosronegoro dari Kalimantan Timur
  13. Mr. Djumhana Wiriatmadja dari Negara Pasundan
  14. Radja Mohammad dari Riau
  15. Abdul Malik dari Negara Sumatra Selatan
  16. Radja Kaliamsyah Sinaga dari Negara Sumatra Timur

 

Assaat

Mr. Assaat, Datuk Mudo


Presiden Republik Indonesia (penjabat)

Masa jabatan
27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Pendahulu Soekarno
Pengganti Soekarno

 

Lahir 18 September 1904
Dusun Pincuran Landai,kanagarian Kubang Putih, Banuhampu, Sumatera Barat, Indonesia
Meninggal 16 Juni 1976 (umur 71)
Suami/Istri Roesiah
Agama Islam

Mr. Assaat (lahir 18 September 1904 – wafat 16 Juni 1976 pada umur 71 tahun) adalah tokoh pejuang Indonesia, pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).

Mr. Assaat dilahirkan di Dusun Pincuran Landai, kenagarian Kubang Putih, Banuhampu, menikah dengan Roesiah, wanita Sungai Pua di Rumah Gadang Kapalo Koto, yang telah meninggalkan beliau pada 12 Juni 1949, dengan dua orang putera dan seorang puteri.

Sekitar tahun 1946-1949, di Jalan Malioboro, Yogyakarta, sering terlihat seorang berbadan kurus semampai berpakaian sederhana sesuai dengan irama revolusi. Terkadang ia berjalan kaki, kalau tidak bersepeda menelusuri Malioboro menuju ke kantor KNIP tempatnya bertugas. Orang ini tidak lain adalah Mr. Assaat, yang selalu menunjukkan sikap sederhana berwajah cerah di balik kulitnya yang kehitam-hitaman. Walaupun usianya saat itu baru 40 tahun, terlihat rambutnya mulai memutih. Kepalanya tidak pernah lepas dari peci beludru hitam.

Mungkin generasi muda sekarang kurang atau sedikit sekali mengenal perjuangan Mr. Assaat sebagai salah seorang patriot demokrat yang tidak kecil andilnya bagi menegakkan serta mempertahankan Republik Indonesia. Assaat adalah seorang yang setia memikul tanggung jawab, baik selama revolusi berlangsung hingga pada tahap akhir penyelesaian revolusi. Pada masa-masa kritis itu, Assaat tetap memperlihatkan dedikasi yang luar biasa.

Ia tetap berdiri pada posnya di KNIP, tanpa mengenal pamrih dan patah semangat. Sejak ia terpilih menjadi ketua KNIP, jabatan ini tidak pernah terlepas dari tangannya. Sampai kepadanya diserahkan tugas sebagai Penjabat Presiden RI di kota perjuangan di Yogyakarta.

Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Badan Pekerjanya selama revolusi sedang berkobar telah dua kali mengadakah hijrah. Pertama di Jakarta, dengan tempat bersidang di bekas Gedung Komedi (kini Gedung Kesenian) di Pasar Baru dan di gedung Palang Merah Indonesia di Jl. Kramat Raya. Karena perjuangan bertambah hangat, demi kelanjutan Revolusi Indonesia, sekitar tahun 1945 KNIP dipindahkan ke Yogyakarta.

Kemudian pada tahun itu juga KNIP dan Badan Pekerja, pindah ke Purworejo, Jawa Tengah. Ketika situasi Purworejo dianggap kurang aman untuk kedua kalinya KNIP hijrah ke Yogyakarta. Pada saat inilah Mr. Assaat sebagai anggota sekretariatnya. Tidak lama berselang dia ditunjuk menjadi ketua KNIP beserta Badan Pekerjanya.

 

Ir. Soekarno


Presiden Indonesia ke-1

Masa jabatan
17 Agustus 1945 – 12 Maret 1967(21 tahun)
Wakil Presiden Mohammad Hatta
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru
Pengganti Soeharto

Pemangku amanah Republik Indonesia(2)

Abdoel Halim
.
 


Perdana Menteri Indonesia ke-4

Masa jabatan
16 Januari 19505 September 1950
Pendahulu Amir Sjarifoeddin
Pengganti Muhammad Natsir

 

Partai politik Non Partai
Pekerjaan Politikus

Abdul Halim (ejaan lama: Abdoel Halim) (lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 27 Desember 1911 – wafat di Jakarta, 4 Juli 1987 pada umur 75 tahun) adalah Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Halim (1949) yang memerintah ketika Republik Indonesia merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat dengan Acting Presiden RI Mr. Assaat.

Latar Belakang dan Pendidikan

Abdul Halim lahir dari ayah yang bernama Achmad St. Mangkoeto dan ibu yang bernama H. Darama. Beliau mengecap pendidikan di HIS, MULO dan AMS B di Jakarta,

dan merupakan lulusan GHS (Geneeskundige Hooge School – didirikan tahun 1924 – atau Sekolah Kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) di Jakarta.

Masa Perjuangan 1945-1949

Sejak Proklamasi 1945 beliau duduk sebagai Wakil Ketua BP-KNIP bersama Mr. Assaat yang menjabat Ketua BP-KNIP. Seperti diketahui, Badan Pekerja (BP) yang beranggauta 28 orang adalah badan pelaksana yang melakukan pekerjaan sehari-hari dari Komite Nasional Indonesia Pusat yang beranggautakan 137 orang.

Pada masa revolusi fisik 1945-1949 beliau tidak pernah praktek dokter, selain sebagai politisi dan mempunyai hobi memelihara mobil kesayangannya, sehingga oleh kawan-kawannya dijuluki sebagai dokter mobil alias sebagai montir mobil kesayangannya.

Masa RI dan Setelah RIS 1950

Pada Masa RI beliau dipercaya menjabat sebagai Perdana Menteri di mana Mr. Assaat sebagai Acting Presiden. Kemudian setelah RIS beliau duduk dalam Kabinat Natsir. Setelah melepaskan jabatan sebagai menteri pertahanan (ad interim) di Kabinet Natsir, Abdul Halim kembali menekuni bidangnya sebagai dokter dan pernah menjabat sebagai direktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Beliau yang tetap membujang selama hayatnya terakhir menjabat sebagai Inspektur Jenderal RSCM dan meninggal di Jakarta

==========================================

Mohammad Natsir


Mohammad Natsir

Perdana Menteri Indonesia ke-5

Masa jabatan
5 September 195026 April 1951
Pendahulu Abdoel Halim
Pengganti Sukiman Wirjosandjojo

 

Partai politik Masyumi
Pekerjaan Politikus

Mohammad Natsir (lahir di Alahan Panjang, Sumatera Barat, 17 Juli 1908 – wafat di Jakarta, 6 Februari 1993 pada umur 84 tahun) adalah pemimpin Masyumi dan salah seorang tokoh politik dan tokoh Islam di Indonesia. Selain itu ia juga merupakan Perdana Menteri Indonesia pada era awal 1950-an.

Kehidupan

Ayah Natsir bekerja sebagai pegawai pemerintahan di Alahan Panjang, sedangkan kakeknya seorang ulama. Ketika kecil, Natsir belajar di HIS Solok serta di sekolah agama Islam yang dipimpin oleh para pengikut Haji Rasul. Tahun 19231927 Natsir mendapat beasiswa untuk sekolah di MULO, dan kemudian melanjutkan ke AMS Bandung hingga tamat pada tahun 1930. Di Bandung, Natsir berinteraksi dengan para aktivis pergerakan nasional antara lain Syafruddin Prawiranegara, Mohammad Roem dan Sutan Syahrir.

Pada tahun 1932, Natsir berguru pada Ahmad Hassan, yang kelak menjadi tokoh organisasi Islam Persis.

Dari 5 September 1950 hingga 26 April 1951 Natsir adalah Perdana Menteri Indonesia.

Gelar Pahlawan Nasional

Gelar pahlawan nasional diberikan kepada Muhammad Natsir bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008.

============================================

Soekiman Wirjosandjojo (PM. ke. 6)

Soekiman Wirjosandjojo

Perdana Menteri Indonesia ke-6

Masa jabatan
26 April 19511 April 1952
Pendahulu Mohammad Natsir
Pengganti Wilopo

 

Partai politik Masyumi
Pekerjaan Politikus

Biografi:

Tokoh politik dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang juga dikenal sebagai tokoh Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Ia menjadi Perdana Menteri pada 26 April 1951-3 April 1952. Lahir di Sewu, Solo tahun 1898, dari keluarga yang taat beragama. Setelah usianya mencukupi ia masuk ke ELS, kemudian melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter) di Jakarta. Pada usia 29 tahun ia lulus dari Universitas Amsterdam bagian kesehatan. Selama menuntut ilmu di negeri itu, ia mendalami masalah sosial, politik, dan kebudayaan. Karena kecakapannya, ia terpilih menjadi ketua Perhimpunan Indonesia (1925).

Tahun 1926 ia pulang ke tanah air dan membuka praktek dokter di Yogyakarta. Seiring dengan itu, ia terjun dalam perjuangan dengan memasuki Partai Sarekat Islam (PSI) pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto – H. Agus Salim dan menjabat bendahara selama enam tahun. Bersama H. Agus Salim, ia mengubah partai itu menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Partai ini merupakan partai politik tertua di Indonesia.

Pada tahun 1930, setelah timbul perselisihan, dia keluar dari partai dan bersama Surjopranoto mendirikan Partai Islam Indonesia (Parii). Partai baru ini tidak berumur panjang dan hanya bertahan hingga 1935. Meskipun demikian, cita-cita Sukiman untuk mendirikan partai politik Islam yang besar dan berpengaruh tetap menyala. Usahanya tidak berhenti, pada tahun 1939, bersama Wiwoho, ia menghidupkan kembali Partai Islam Indonesia (disingkat PH) dengan mengambil haluan serupa dengan partai terdahulu. Bersifat terbuka dalam keanggotaan, partai ini banyak menerima anggota dari organisasi lain, misalnya Muhammadiyah. Pada waktu itu, di samping adanya federasi partai-partai politik nasional, terdapat pula federasi dari semua pergerakan nasional dan federasi pergerakan Islam, yaitu MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia). Dr. Sukiman menjadi anggota penting federasi itu. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung sembari tetap memajukan Masyumi. Meninggal tahun 1974.

=============================================

Wilopo (Perdana Menteri ke.7)

Wilopo

Perdana Menteri Indonesia ke-7

Masa jabatan
1 April 195230 Juli 1953
Pendahulu Soekiman Wirjosandjojo
Pengganti Ali Sastroamidjojo

 

Partai politik Partai Nasional Indonesia
Pekerjaan Politikus

Biografi:

Wilopo seorang sarjana hukum jebolan Rechtshogesschool Jakarta, kelahiran Purwerjo sebuah Kabupaten di Jawa Tengah pada tanggal 21 Oktober 1909 . Beliau dikenal sebagai aktifis mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) kemudian ketua Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) pada zaman pergerakan. Juga aktif dalam Partai Nasional Indonesia (PNI) sebuah partai pemenang pemilu tahun 1955 , bahkan masih aktif di partai setelah PNI berfusi dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di tahun 1973, pernah menjabat Perdana Menteri (3 April 1952 sampai 3 Juni 1953), dan Ketua Konstituante (1955). Sebelum menjadi PM, pernah menjabat Menteri Muda dalam Kabinet Amir Syarifudin (1947), Menteri Perburuhan dalam Kabinet Hatta (1950) dan Menteri Perekonomian dalam Kabinet Sukiman (1951), Ketua Dewan Pertimbangan Agung selama dua Periode (1973-1983) dan Ketua Komisi Empat (lembaga ekstra pemberantasan korupsi) yang anggotanya terdiri dari IJ kaisepo, Profesor Dr.Ir Yohanes dan Anwar Cokroaminoto, penasihatnya adalah Proklamator RI Mohamatd Hatta dan sekertaris adalah Letjen Sutopo Yuwono.

==========================================

Ali Sastroamidjojo (PM. ke. 8)


Ali Sastroamidjojo

Perdana Menteri Indonesia ke-8
(Periode ke 1)

Masa jabatan
30 Juli 195311 Agustus 1955
Pendahulu Wilopo
Pengganti Burhanuddin Harahap

Perdana Menteri Indonesia ke-8
(Periode ke 2)

Masa jabatan
20 Maret 19569 April 1957
Pendahulu Burhanuddin Harahap
Pengganti Djuanda Kartawidjaja

 

Partai politik Partai Nasional Indonesia
Pekerjaan Politikus

Ali Sastroamidjojo SH (ejaan baru: Ali Sastroamijoyo) (lahir di Grabag, Jawa Tengah, 21 Mei 1903 – wafat di Jakarta, 13 Maret 1976 pada umur 72 tahun) adalah tokoh politik, pemerintahan, dan nasionalis. Ia mendapatkan gelar Meester in de Raechten (sarjana hukum) dari Universitas Leiden, Belanda pada tahun 1927. Ia juga adalah Perdana Menteri Indonesia ke-8 yang sempat dua kali menjabat pada periode 1953-1955 (Kabinet Ali Sastroamidjojo I) dan 1956-1957 (Kabinet Ali Sastroamidjojo II).

Selain itu, Ali juga sempat menjabat sebagai Wakil Menteri Penerangan pada Kabinet Presidensial I, Menteri Pengajaran pada Kabinet Amir Sjarifuddin I, Amir Sjarifuddin II, serta Hatta I, dan Wakil Ketua MPRS pada Kabinet Kerja III, Kerja IV, Dwikora I, dan Dwikora II.

Semasa bersekolah, aktif dalam organisasi pemuda, seperti halnya organisasi Jong Java (1918-1922) dan Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda (1923-1928). Karena aktivitasnya, ia ditahan pada tahun 1927 oleh Polisi Belanda bersama-sama dengan Mohammad Hatta, Natzir Dt. Pamuncak, dan Abdulmajid. Pada tahun 1928, bersama-sama dengan Mr. Soejoedi membuka kantor pengacara, dan bersama dr. Soekiman, menerbitkan majalah Djanget di Solo. Kemudian ia masuk Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pimpinan Bung Karno, lalu masuk Gerindo saat PNI dibubarkan oleh Mr. Sartono. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, ia masuk kembali ke organisasi PNI.

Setelah Perang Dunia II usai, ia meneruskan aktivitasnya di lapangan politik dan pemerintahan, antara lain menjadi Menteri Pengajaran dalam Kabinet Amir Syarifuddin (Juli 1947) dan Kabinet Hatta (Januari 1948). Ia kemudian menjabat sebagai wakil ketua delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda (Februari 1948) dan menjadi anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan Konferensi Meja Bundar. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, ia diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko (1950-1955). Selain itu, ia juga diangkat menjadi ketua umum Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, wakil tetap Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (1957-1960), dan menjadi ketua umum PNI (1960-1966).

Selain menjadi tokoh politik, ia juga rajin mempublikasikan pikirannya, antara lain pada Pengantar Hukum Internasional (1971), Politik Luar Negeri Indonesia Dewasa Ini (1972), otobiografi Tonggak-tonggak Perjalananku (1974), dan Empat Mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda (1975).

=============================================

Burhanuddin Harahap (PM.ke.9)

Burhanuddin Harahap

Perdana Menteri Indonesia ke-9

Masa jabatan
11 Agustus 195520 Maret 1956
Pendahulu Ali Sastroamidjojo
Pengganti Ali Sastroamidjojo

 

Partai politik Masyumi
Pekerjaan Politikus

Burhanuddin Harahap (lahir di Medan, Sumatera Utara 1917Jakarta, 14 Juni 1987) adalah Perdana Menteri Indonesia ke-9 yang bersama Kabinet Burhanuddin Harahap memerintah antara 12 Agustus 1955 sampai 24 Maret 1956.

Burhanuddin menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dia bergabung dengan Partai Masyumi pada tahun 1946 dan kemudian diangkat menjadi Ketua Fraksi Masyumi di DPRS RI.

Ia meninggal di RS Jantung Harapan Kita dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta.

========================================

Ir. R. Djoeanda Kartawidjaja-(PM. ke-10)

Masa  jabatan
9 April 19579 Juli 1959
Pendahulu Ali Sastroamidjojo
Pengganti Tidak ada,jabatan kosong

 

Partai politik Partai Nasional Indonesia
Pekerjaan Politikus

Ir. R. Djoeanda Kartawidjaja (ejaan baru: Juanda Kartawijaya) (lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 14 Januari 1911 – wafat di Jakarta, 7 November 1963 pada umur 52 tahun) adalah Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir. Ia menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959. Setelah itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I.

Sumbangannya yang terbesar dalam masa jabatannya adalah Deklarasi Djuanda tahun 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.

Selain itu namanya juga diabadikan sebagai nama lapangan terbang di Surabaya, Jawa Timur yaitu Bandara Djuanda karena jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut sehingga dapat terlaksana.

Beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Pemangku amanah Republik Indonesia(1)

PERDANA MENTERI INDONESIA

Sutan Syahrir

Perdana Menteri Indonesia ke-1

Masa jabatan
14 November 19453 Juli 1947
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru
Pengganti Amir Sjarifoeddin

 

 
Partai politik Partai Sosialis Indonesia
Suami/Istri Maria Duchateau, Poppy
Pekerjaan Politikus

Sutan Syahrir atau juga dieja sebagai Soetan Syahrir (lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 5 Maret 1909 – wafat di Zürich, Swiss, 9 April 1966 pada umur 57 tahun) adalah seorang politikus dan perdana menteri pertama Indonesia. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia dari 14 November 1945 hingga 20 Juni 1947. Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1948. Beliau meninggal dalam pengasingan sebagai tawanan politik dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Riwayat

Syahrir mengenyam sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan, dan membetahkannya bergaul dengan berbagai buku-buku asing dan ratusan novel Belanda. Malamnya dia mengamen di Hotel de Boer, hotel khusus untuk tamu-tamu kulit putih.

Pada 1926, ia selesai dari MULO, masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung, sekolah termahal di Hindia Belanda saat itu. Di sekolah itu, dia bergabung dalam Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario, dan juga aktor. Hasil mentas itu dia gunakan untuk membiayai sekolah yang ia dirikan, Tjahja Volksuniversiteit, Cahaya Universitas Rakyat.

Di kalangan siswa sekolah menengah (AMS) Bandung, Syahrir menjadi seorang bintang. Syahrir bukanlah tipe siswa yang hanya menyibukkan diri dengan buku-buku pelajaran dan pekerjaan rumah. Ia aktif dalam klub debat di sekolahnya. Syahrir juga berkecimpung dalam aksi pendidikan melek huruf secara gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu dalam Tjahja Volksuniversiteit.

Aksi sosial Syahrir kemudian menjurus jadi politis. Ketika para pemuda masih terikat dalam perhimpunan-perhimpunan kedaerahan, pada 20 Februari 1927, Syahrir termasuk dalam sepuluh orang penggagas pendirian himpunan pemuda nasionalis, Jong Indonesie. Perhimpunan itu kemudian berubah nama jadi Pemuda Indonesia yang menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia. Kongres monumental yang mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928.

Sebagai siswa sekolah menengah, Syahrir sudah dikenal oleh polisi Bandung sebagai pemimpin redaksi majalah himpunan pemuda nasionalis. Dalam kenangan seorang temannya di AMS, Syahrir kerap lari digebah polisi karena membandel membaca koran yang memuat berita pemberontakan PKI 1926; koran yang ditempel pada papan dan selalu dijaga polisi agar tak dibaca para pelajar sekolah.

Syahrir melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda di Fakultas Hukum, Universitas Amsterdam, Leiden. Di sana, Syahrir mendalami sosialisme. Secara sungguh-sungguh ia berkutat dengan teori-teori sosialisme. Ia akrab dengan Salomon Tas, Ketua Klub Mahasiswa Sosial Demokrat, dan istrinya Maria Duchateau, yang kelak dinikahi Syahrir, meski sebentar. (Kelak Syahrir menikah kembali dengan Poppy, kakak tertua dari Soedjatmoko dan Miriam Boediardjo).

Dalam tulisan kenangannya, Salomon Tas berkisah perihal Syahrir yang mencari teman-teman radikal, berkelana kian jauh ke kiri, hingga ke kalangan anarkis yang mengharamkan segala hal berbau kapitalisme dengan bertahan hidup secara kolektif –saling berbagi satu sama lain kecuali sikat gigi. Demi lebih mengenal dunia proletar dan organisasi pergerakannya, Syahrir pun bekerja pada Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional.

Selain menceburkan diri dalam sosialisme, Syahrir juga aktif dalam Perhimpunan Indonesia (PI) yang ketika itu dipimpin oleh Mohammad Hatta. Di awal 1930, pemerintah Hindia Belanda kian bengis terhadap organisasi pergerakan nasional, dengan aksi razia dan memenjarakan pemimpin pergerakan di tanah air, yang berbuntut pembubaran Partai Nasional Indonesia (PNI) oleh aktivis PNI sendiri. Berita tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis PI di Belanda. Mereka selalu menyerukan agar pergerakan jangan jadi melempem lantaran pemimpinnya dipenjarakan. Seruan itu mereka sampaikan lewat tulisan. Bersama Hatta, keduanya rajin menulis di Daulat Rakjat, majalah milik Pendidikan Nasional Indonesia, dan memisikan pendidikan rakyat harus menjadi tugas utama pemimpin politik. “Pertama-tama, marilah kita mendidik, yaitu memetakan jalan menuju kemerdekaan,” katanya.

Pengujung tahun 1931, Syahrir meninggalkan kampusnya untuk kembali ke tanah air dan terjun dalam pergerakan nasional. Syahrir segera bergabung dalam organisasi Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru), yang pada Juni 1932 diketuainya. Pengalaman mencemplungkan diri dalam dunia proletar ia praktekkan di tanah air. Syahrir terjun dalam pergerakan buruh. Ia memuat banyak tulisannya tentang perburuhan dalam Daulat Rakyat. Ia juga kerap berbicara perihal pergerakan buruh dalam forum-forum politik. Mei 1933, Syahrir didaulat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.

Hatta kemudian kembali ke tanah air pada Agustus 1932, segera pula ia memimpin PNI Baru. Bersama Hatta, Syahrir mengemudikan PNI Baru sebagai organisasi pencetak kader-kader pergerakan. Berdasarkan analisis pemerintahan kolonial Belanda, gerakan politik Hatta dan Syahrir dalam PNI Baru justru lebih radikal tinimbang Soekarno dengan PNI-nya yang mengandalkan mobilisasi massa. PNI Baru, menurut polisi kolonial, cukup sebanding dengan organisasi Barat. Meski tanpa aksi massa dan agitasi; secara cerdas, lamban namun pasti, PNI Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap bergerak ke arah tujuan revolusionernya.

Karena takut akan potensi revolusioner PNI Baru, pada Februari 1934, pemerintah kolonial Belanda menangkap, memenjarakan, kemudian membuang Syahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru ke Boven Digul. Hampir setahun dalam kawasan malaria di Papua itu, Hatta dan Syahrir dipindahkan ke Banda Neira untuk menjalani masa pembuangan selama enam tahun.

Masa pendudukan Jepang

Sementara Soekarno dan Hatta menjalin kerja sama dengan Jepang, Syahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Syahrir yakin Jepang tak mungkin memenangkan perang, oleh karena itu, kaum pergerakan mesti menyiapkan diri untuk merebut kemerdekaan di saat yang tepat. Simpul-simpul jaringan gerakan bawah tanah kelompok Syahrir adalah kader-kader PNI Baru yang tetap meneruskan pergerakan dan kader-kader muda yakni para mahasiswa progresif.

Sastra, seorang tokoh senior pergerakan buruh yang akrab dengan Syahrir, menulis: “Di bawah kepemimpinan Syahrir, kami bergerak di bawah tanah, menyusun kekuatan subjektif, sambil menunggu perkembangan situasi objektif dan tibanya saat-saat psikologis untuk merebut kekuasaan dan kemerdekaan.”

Situasi objektif itu pun makin terang ketika Jepang makin terdesak oleh pasukan Sekutu. Syahrir mengetahui perkembangan Perang Dunia dengan cara sembunyi-sembunyi mendengarkan berita dari stasiun radio luar negeri. Kala itu, semua radio tak bisa menangkap berita luar negeri karena disegel oleh Jepang. Berita-berita tersebut kemudian ia sampaikan ke Hatta. Sembari itu, Syahrir menyiapkan gerakan bawah tanah untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang.

Syahrir yang didukung para pemuda mendesak Soekarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 15 Agustus karena Jepang sudah menyerah, Syahrir siap dengan massa gerakan bawah tanah untuk melancarkan aksi perebutan kekuasaan sebagai simbol dukungan rakyat. Soekarno dan Hatta yang belum mengetahui berita menyerahnya Jepang, tidak merespon secara positif. Mereka menunggu keterangan dari pihak Jepang yang ada di Indonesia, dan proklamasi itu mesti sesuai prosedur lewat keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk oleh Jepang. Sesuai rencana PPKI, kemerdekaan akan diproklamasikan pada 24 September 1945.

Sikap Soekarno dan Hatta tersebut mengecewakan para pemuda, sebab sikap itu berisiko kemerdekaan RI dinilai sebagai hadiah Jepang dan RI adalah bikinan Jepang. Guna mendesak lebih keras, para pemuda pun menculik Soekarno dan Hatta pada 16 Agustus. Akhirnya, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus.

Masa Revolusi Nasional Indonesia

Revolusi menciptakan atmosfer amarah dan ketakutan, karena itu sulit untuk berpikir jernih. Sehingga sedikit sekali tokoh yang punya konsep dan langkah strategis meyakinkan guna mengendalikan kecamuk revolusi. Saat itu, ada dua orang dengan pemikirannya yang populer kemudian dianut banyak kalangan pejuang republik: Tan Malaka dan Sutan Syahrir. Dua tokoh pergerakan kemerdekaan yang dinilai steril dari noda kolaborasi dengan Pemerintahan Fasis Jepang, meski kemudian bertentangan jalan dalam memperjuangan kedaulatan republik.

Di masa genting itu, Bung Syahrir menulis Perjuangan Kita. Sebuah risalah peta persoalan dalam revolusi Indonesia, sekaligus analisis ekonomi-politik dunia usai Perang Dunia II. Perjungan Kita muncul menyentak kesadaran. Risalah itu ibarat pedoman dan peta guna mengemudikan kapal Republik Indonesia di tengah badai revolusi.

Tulisan-tulisan Syahrir dalam Perjuangan Kita, membuatnya tampak berseberangan dan menyerang Soekarno. Jika Soekarno amat terobsesi pada persatuan dan kesatuan, Syahrir justru menulis, “Tiap persatuan hanya akan bersifat taktis, temporer, dan karena itu insidental. Usaha-usaha untuk menyatukan secara paksa, hanya menghasilkan anak banci. Persatuan semacam itu akan terasa sakit, tersesat, dan merusak pergerakan.”

Dan dia mengecam Soekarno. “Nasionalisme yang Soekarno bangun di atas solidaritas hierarkis, feodalistis: sebenarnya adalah fasisme, musuh terbesar kemajuan dunia dan rakyat kita.” Dia juga mengejek gaya agitasi massa Soekarno yang menurutnya tak membawa kejernihan.

Perjuangan Kita adalah karya terbesar Syahrir, kata Salomon Tas, bersama surat-surat politiknya semasa pembuangan di Boven Digul dan Bandaneira. Manuskrip itu disebut Indonesianis Ben Anderson sebagai, “Satu-satunya usaha untuk menganalisa secara sistematis kekuatan domestik dan internasional yang memperngaruhi Indonesia dan yang memberikan perspektif yang masuk akal bagi gerakan kemerdekaan di masa depan.”

Terbukti kemudian, pada November ’45 Syahrir didukung pemuda dan ditunjuk Soekarno menjadi formatur kabinet parlementer. Pada usia 36 tahun, mulailah lakon Syahrir dalam panggung memperjuangkan kedaulatan Republik Indonesia, sebagai Perdana Menteri termuda di dunia, merangkap Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.

Penculikan

Penculikan Perdana Menteri Sjahrir merupakan peristiwa yang terjadi pada 26 Juni 1946 di Surakarta oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan yang tidak puas atas diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan Kabinet Sjahrir II dengan pemerintah Belanda. Kelompok ini menginginkan pengakuan kedaulatan penuh, sedangkan kabinet yang berkuasa hanya menuntut pengakuan kedaulatan atas Jawa dan Madura.

Kelompok Persatuan Perjuangan ini dipimpin oleh Mayor Jendral Soedarsono dan 14 pimpinan sipil, di antaranya Tan Malaka dari Partai Komunis Indonesia. Perdana Menteri Sjahrir ditahan di suatu rumah peristirahatan di Paras.

Presiden Soekarno sangat marah atas aksi penculikan ini dan memerintahkan Polisi Surakarta menangkap para pimpinan kelompok tersebut. Tanggal 1 Juli 1946, ke-14 pimpinan berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara Wirogunan.

Tanggal 2 Juli 1946, tentara Divisi 3 yang dipimpin Mayor Jendral Soedarsono menyerbu penjara Wirogunan dan membebaskan ke 14 pimpinan penculikan.

Presiden Soekarno marah mendengar penyerbuan penjara dan memerintahkan Letnan Kolonel Soeharto, pimpinan tentara di Surakarta, untuk menangkap Mayjen Soedarsono dan pimpinan penculikan. Lt. Kol. Soeharto menolak perintah ini karena dia tidak mau menangkap pimpinan/atasannya sendiri. Dia hanya mau menangkap para pemberontak kalau ada perintah langsung dari Kepala Staf militer RI, Jendral Soedirman. Presiden Soekarno sangat marah atas penolakan ini dan menjuluki Lt. Kol. Soeharto sebagai perwira keras kepala (koppig).

Kelak Let. Kol. Soeharto menjadi Presiden RI Soeharto dan menerbitkan catatan tentang peristiwa pemberontakan ini dalam buku otobiografinya Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya.

Lt. Kol. Soeharto berpura-pura bersimpati pada pemberontakan dan menawarkan perlindungan pada Mayjen Soedarsono dan ke 14 orang pimpinan di markas resimen tentara di Wiyoro. Malam harinya Lt. Kol. Soeharto membujuk Mayjen Soedarsono dan para pimpinan pemberontak untuk menghadap Presiden RI di Istana Presiden di Jogyakarta. Secara rahasia, Lt. Kol. Soeharto juga menghubungi pasukan pengawal Presiden dan memberitahukan rencana kedatangan Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak.

Tanggal 3 Juli 1946, Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak berhasil dilucuti senjatanya dan ditangkap di dekat Istana Presiden di Yogyakarta oleh pasukan pengawal presiden. Peristiwa ini lalu dikenal sebagai pemberontakan 3 Juli 1946 yang gagal.

Diplomasi Syahrir

Setelah kejadian penculikan Syahrir hanya bertugas sebagai Menteri Luar Negeri, tugas sebagai Perdana Menteri diambil alih Presiden Soekarno. Namun pada tanggal 2 Oktober 1946, Presiden menunjuk kembali Syahrir sebagai Perdana Menteri agar dapat melanjutkan Perundingan Linggarjati yang akhirnya ditandatangani pada 15 November 1946.

Tanpa Syahrir, Soekarno bisa terbakar dalam lautan api yang telah ia nyalakan. Sebaliknya, sulit dibantah bahwa tanpa Bung Karno, Syahrir tidak berdaya apa-apa.

Syahrir mengakui Soekarno-lah pemimpin republik yang diakui rakyat. Soekarno-lah pemersatu bangsa Indonesia. Karena agitasinya yang menggelora, rakyat di bekas teritori Hindia Belanda mendukung revolusi. Kendati demikian, kekuatan raksasa yang sudah dihidupkan Soekarno harus dibendung untuk kemudian diarahkan secara benar, agar energi itu tak meluap dan justru merusak.

Sebagaimana argumen Bung Hatta bahwa revolusi mesti dikendalikan; tak mungkin revolusi berjalan terlalu lama, revolusi yang mengguncang ‘sendi’ dan ‘pasak’ masyarakat jika tak dikendalikan maka akan meruntuhkan seluruh ‘bangunan’.

Agar Republik Indonesia tak runtuh dan perjuangan rakyat tak menampilkan wajah bengis, Syahrir menjalankan siasatnya. Di pemerintahan, sebagai ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ia menjadi arsitek perubahan Kabinet Presidensil menjadi Kabinet Parlementer yang bertanggung jawab kepada KNIP sebagai lembaga yang punya fungsi legislatif. RI pun menganut sistem multipartai. Tatanan pemerintahan tersebut sesuai dengan arus politik pasca-Perang Dunia II, yakni kemenangan demokrasi atas fasisme. Kepada massa rakyat, Syahrir selalu menyerukan nilai-nilai kemanusiaan dan anti-kekerasan.

Dengan siasat-siasat tadi, Syahrir menunjukkan kepada dunia internasional bahwa revolusi Republik Indonesia adalah perjuangan suatu bangsa yang beradab dan demokratis di tengah suasana kebangkitan bangsa-bangsa melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme pasca-Perang Dunia II. Pihak Belanda kerap melakukan propaganda bahwa orang-orang di Indonesia merupakan gerombolan yang brutal, suka membunuh, merampok, menculik, dll. Karena itu sah bagi Belanda, melalui NICA, menegakkan tertib sosial sebagaimana kondisi Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II. Mematahkan propaganda itu, Syahrir menginisiasi penyelenggaraan pameran kesenian yang kemudian diliput dan dipublikasikan oleh para wartawan luar negeri.

Ada satu cerita perihal sikap konsekuen pribadi Syahrir yang anti-kekerasan. Di pengujung Desember 1946, Perdana Menteri Syahrir dicegat dan ditodong pistol oleh serdadu NICA. Saat serdadu itu menarik pelatuk, pistolnya macet. Karena geram, dipukullah Syahrir dengan gagang pistol. Berita itu kemudian tersebar lewat Radio Republik Indonesia. Mendengar itu, Syahrir dengan mata sembab membiru memberi peringatan keras agar siaran itu dihentikan, sebab bisa berdampak fatal dibunuhnya orang-orang Belanda di kamp-kamp tawanan oleh para pejuang republik, ketika tahu pemimpinnya dipukuli.

Meski jatuh-bangun akibat berbagai tentangan di kalangan bangsa sendiri, Kabinet Sjahrir I, Kabinet Sjahrir II sampai dengan Kabinet Sjahrir III (1945 hingga 1947) konsisten memperjuangkan kedaulatan RI lewat jalur diplomasi. Syahrir tak ingin konyol menghadapi tentara sekutu yang dari segi persenjataan jelas jauh lebih canggih. Diplomasinya kemudian berbuah kemenangan sementara. Inggris sebagai komando tentara sekutu untuk wilayah Asia Tenggara mendesak Belanda untuk duduk berunding dengan pemerintah republik. Secara politik, hal ini berarti secara de facto sekutu mengakui eksistensi pemerintah RI.

Jalan berliku diplomasi diperkeruh dengan gempuran aksi militer Belanda pada 21 Juli 1947. Aksi Belanda tersebut justru mengantarkan Indonesia ke forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Setelah tidak lagi menjabat Perdana Menteri (Kabinet Sjahrir III), Syahrir diutus menjadi perwakilan Indonesia di PBB. Dengan bantuan Biju Patnaik, Syahrir bersama Agus Salim berangkat ke Lake Success, New York melalui New Delhi dan Kairo untuk menggalang dukungan India dan Mesir.

Pada 14 Agustus 1947 Syahrir berpidato di muka sidang Dewan Keamanan PBB. Berhadapan dengan para wakil bangsa-bangsa sedunia, Syahrir mengurai Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berabad-abad berperadaban aksara lantas dieksploitasi oleh kaum kolonial. Kemudian, secara piawai Syahrir mematahkan satu per satu argumen yang sudah disampaikan wakil Belanda, Van Kleffens. Dengan itu, Indonesia berhasil merebut kedudukan sebagai sebuah bangsa yang memperjuangan kedaulatannya di gelanggang internasional. PBB pun turut campur, sehingga Belanda gagal mempertahankan upayanya untuk menjadikan pertikaian Indonesia-Belanda sebagai persoalan yang semata-mata urusan dalam negerinya.

Van Kleffens dianggap gagal membawa kepentingan Belanda dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Berbagai kalangan Belanda menilai kegagalan itu sebagai kekalahan seorang diplomat ulung yang berpengalaman di gelanggang internasional dengan seorang diplomat muda dari negeri yang baru saja lahir. Van Kleffens pun ditarik dari posisi sebagai wakil Belanda di PBB menjadi duta besar Belanda di Turki.

Syahrir populer di kalangan para wartawan yang meliput sidang Dewan Keamanan PBB, terutama wartawan-wartawan yang berada di Indonesia semasa revolusi. Beberapa surat kabar menamakan Syahrir sebagai The Smiling Diplomat.

Syahrir mewakili Indonesia di PBB selama 1 bulan, dalam 2 kali sidang. Pimpinan delegasi Indonesia selanjutnya diwakili oleh Lambertus Nicodemus Palar (L.N.) Palar sampai tahun 1950.[1]

Partai Sosialis Indonesia

Selepas memimpin kabinet, Sutan Syahrir diangkat menjadi penasihat Presiden Soekarno sekaligus Duta Besar Keliling. Pada tahun 1948 Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) sebagai partai alternatif selain partai lain yang tumbuh dari gerakan komunis internasional. Meskipun PSI berhaluan kiri dan mendasarkan pada ajaran MarxEngels, namun ia menentang sistem kenegaraan Uni Soviet. Menurutnya pengertian sosialisme adalah menjunjung tinggi derajat kemanusiaan, dengan mengakui dan menjunjung persamaan derajat tiap manusia.

Hobi Dirgantara dan Musik

Meskipun perawakannya kecil, yang oleh teman-temannya sering dijuluki Si Kancil, Sutan Syahrir adalah salah satu penggemar olah raga dirgantara, pernah menerbangkan pesawat kecil dari Jakarta ke Yogyakarta pada kesempatan kunjungan ke Yogyakarta. Di samping itu juga senang sekali dengan musik klasik, di mana beliau juga bisa memainkan biola.

Akhir hidup

Tahun 1955 PSI gagal mengumpulkan suara dalam pemilihan umum pertama di Indonesia. Setelah kasus PRRI dan PSI tahun 1958[2], hubungan Sutan Syahrir dan Presiden Soekarno memburuk sampai akhirnya PSI dibubarkan tahun 1960. Tahun 1962, Syahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa diadili sampai 1965 sampai menderita stroke. Setelah itu Syahrir diijinkan untuk berobat ke Zürich Swis, salah seorang kawan dekat yang pernah menjabat wakil ketua PSI Sugondo Djojopuspito menghantarkan beliau di Bandara Kemayoran dan Syahrir memeluk Sugondo degan air mata, dan akhirnya meninggal di Swiss pada tanggal 9 April 1966.

Amir Sjarifoeddin

 

Amir Sjarifoeddin

Perdana Menteri Indonesia ke-2

Masa jabatan
3 Juli 194729 Januari 1948
Pendahulu Sutan Syahrir
Pengganti Mohammad Hatta

 

 
Partai politik Partai Sosialis Indonesia
Partai Komunis Indonesia
Pekerjaan Politikus

Amir Sjarifoeddin Harahap (ejaan baru: Amir Syarifuddin Harahap) (lahir di Medan, Sumatera Utara, 27 April 1907 – wafat di Solo, Jawa Tengah, 19 Desember 1948 pada umur 41 tahun) adalah seorang tokoh Indonesia, mantan menteri dan perdana menteri pada awal berdirinya negara Indonesia. Ayahnya, Djamin gelar Baginda Soripada (1885-1949), seorang jaksa di Medan. Ibunya, Basunu Siregar (1890-1931), dari keluarga Batak yang telah membaur dengan masyarakat Melayu-Islam di Deli. Ayahnya keturunan keluarga kepala adat dari Pasar Matanggor di Padang Lawas Tapanuli.

Pendidikan

Amir menikmati pendidikan di ELS atau sekolah dasar Belanda di Medan pada tahun 1914 hingga selesai Agustus 1921. Atas undangan saudara sepupunya, T.S.G. Mulia yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad dan belajar di kota Leiden sejak 1911, Amir pun berangkat ke Leiden. Tak lama setelah kedatangannya dalam kurun waktu 1926-1927 dia menjadi anggota pengurus perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem, selama masa itu pula Amir aktif terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok kristen misalnya dalam CSV-op Java yang menjadi cikal bakal GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Ia tinggal di rumah guru pemeluk Kristen Calvinis, Dirk Smink, dan di sini juga Mulia menumpang.

Namun pada September 1927, sesudah lulus ujian tingkat kedua, Amir kembali ke kampung halaman karena masalah keluarga, walaupun teman-teman dekatnya mendesak agar menyelesaikan pendidikannya di Leiden. Kemudian Amir masuk Sekolah Hukum di Batavia, menumpang di rumah Mulia (sepupunya) yang telah menjabat sebagai direktur sekolah pendidikan guru di Jatinegara. Kemudian Amir pindah ke asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, Kramat 106, ia ditampung oleh senior satu sekolahnya, Mr. Muhammad Yamin.

Perjuangan

Menjelang invasi Jepang ke Hindia Belanda, Amir berusaha—menyetujui dan menjalankan garis Komunis Internasional agar kaum kiri menggalang aliansi dengan kekuatan kapitalis untuk menghancurkan Fasisme. Barangkali ini mempunyai hubungan dengan pekerjaan politik Musso dengan kedatangannya ke Hindia Belanda dalam tahun 1936.

Ia kemudian dihubungi oleh anggota-anggota kabinet Gubernur Jenderal, menggalang semua kekuatan anti-fasis untuk bekerja bersama dinas rahasia Belanda dalam menghadapi serbuan Jepang. Rencana itu tidak banyak mendapat sambutan. Rekan-rekannya sesama aktivis masih belum pulih kepercayaan terhadapnya akibat polemik di awal tahun 1940-an, serta tidak paham akan strateginya melawan Jepang. Mereka ingin menempuh taktik lain yaitu, berkolaborasi dengan Jepang dengan harapan Jepang akan memberi kemerdekaan kepada Hindia Belanda setelah kolonialis Belanda dikalahkan. Dalam hal ini garis Amir yang terbukti benar.

Pada bulan Januari 1943 ia tertangkap oleh fasis Jepang, di tengah gelombang-gelombang penangkapan yang berpusat di Surabaya. Kejadian ini dapat ditafsirkan sebagai terbongkarnya jaringan suatu organisasi anti fasisme Jepang yang sedikit banyak mempunyai hubungan dengan Amir. Terutama dari sisa-sisa kelompok inilah Amir, kelak ketika menjadi Menteri Pertahanan, mengangkat para pembantunya yang terdekat. Namun demikian identifikasi penting kejadian Surabaya itu, dari sedikit yang kita ketahui melalui sidang-sidang pengadilan mereka tahun 1944, hukuman terberat dijatuhkan pada bekas para pemimpin Gerindo dan Partindo Surabaya.

Sebuah dokumen NEFIS (Netherlands Expeditionary Forces Intelligence Service), instansi rahasia yang dipimpin Van Mook, tertanggal 9 Juni 1947 menulis tentang Amir; “ia mempunyai pengaruh besar di kalangan massa dan orang yang tak mengenal kata takut”. Belanda mungkin tahu bahwa penghargaan berbau mitos terhadapnya di kalangan Pesindo berasal dari cerita para tahanan sesamanya. Bagaimana ia menghadapi siksaan fisik dan moral yang dijatuhkan Jepang. Diceritakan, misalnya, bagaimana ia tertawa ketika para penyiksa menggantungnya dengan kaki di atas.

Dalam Persetujuan Renville tanggungjawab yang berat ini terletak dipundak kaum Komunis, khususnya Amir sebagai negosiator utama dari Republik Indonesia. Kabinet Amir Sjarifuddin mengundurkan diri dengan sukarela dan tanpa perlawanan samasekali, ketika disalahkan atas persetujuan Renville oleh golongan Masyumi dan Nasionalis.

Jabatan

Peristiwa Madiun

Setelah Peristiwa Madiun 1948, pemerintahan Hatta menuduh PKI berupaya membentuk negara komunis di Madiun dan menyatakan perang terhadap mereka. Amir Sjarifuddin, sebagai salah seorang tokoh PKI, yang pada saat peristiwa Madiun meletus sedang berada di Yogyakarta dalam rangka kongres Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) turut ditangkap beserta beberapa kawannya.

19 Desember 1948, sekitar tengah malam, di dekat desa Ngalihan, kepala Amir Sjarifuddin ditembak dengan pistol oleh seorang letnan Polisi Militer, sebuah satuan khusus dalam Angkatan Bersenjata Indonesia. Sebelum itu beberapa orang penduduk desa setempat diperintahkan menggali sebuah lubang kubur besar. Dari rombongan sebelas orang yang diangkut dengan truk dari penjara di Solo, Amir orang pertama yang dieksekusi malam itu. Beberapa hari sebelumnya, ia dan beberapa orang lainnya, secara diam-diam telah dipindahkan ke rumah penjara ini dari tempat penahanan mereka di Benteng Yogyakarta

Mohammad Hatta


 

Dr.(H.C.). Drs. H. Mohammad Hatta

Mohammad Hatta


Wakil Presiden Indonesia ke-1

Masa jabatan
19451956
Presiden Soekarno
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru
Pengganti Sri Sultan Hamengkubuwono IX (pada 1973)

Perdana Menteri Indonesia ke-3

 
Masa jabatan
29 Januari 194816 Januari 1950
 
Presiden Soekarno
Pendahulu Amir Sjarifuddin
Pengganti Abdul Halim

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

 
Masa jabatan
19491950
 
Presiden Soekarno
Pendahulu Agus Salim
Pengganti Mohammad Roem

 

 
Lahir 12 Agustus 1902
Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia
Meninggal 14 Maret 1980 (umur 77)
Jakarta, Indonesia
Partai politik Non Partai
Suami/Istri Rahmi Rachim
Anak Meutia Hatta, Gemala Hatta, Halida Hatta
Agama Islam

Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 – wafat di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan Indonesia.

Nama yang diberikan oleh orang tuanya ketika dilahirkan adalah Muhammad Athar. Anak perempuannya bernama Meutia Hatta menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.

Latar belakang dan pendidikan

Hatta lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatera Barat. Ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi, dan pada tahun 19131916 melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Saat usia 13 tahun, sebenarnya ia telah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta), namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO di Padang. Baru pada tahun 1919 ia pergi ke Batavia untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang “Prins Hendrik School”. Ia menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun 1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini menjadi Universitas Erasmus). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 tahun.

Pada tangal 27 November 1956, Bung Hatta memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada di Yoyakarta. Pidato pengukuhannya berjudul “Lampau dan Datang”.

Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. Di Batavia, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat sebagai Bendahara. Ketika di Belanda ia bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah berkembang iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Ernest Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai orang buangan akibat tulisan-tulisan tajam anti-pemerintah mereka di media massa.

Perjuangan

Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja.

Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. “Aku kagum melihat cara Abdul Moeis berpidato, aku asyik mendengarkan suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayun katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat menarik perhatian dan membakar semangat,” aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah Abdul Moeis: pengarang roman Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota Volksraad; dan pegiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan Peroebahan.

Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini, Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, “Namaku Hindania!” begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kawin lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. “Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku,” rutuk Hatta lewat Hindania.

Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman sebagai Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal Minangkabau yang mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota JSB: Bahder Djohan. Saban Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air. Pokok soal yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal memajukan bahasa Melayu. Untuk itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya. Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan akan mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal organisasi dan pembiayaan penerbitan. Namun, “Karena berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,” kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya.

Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio tahun 1922, terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai kerajaan yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan oleh Inggris. Rentetan peristiwa itu Hatta pantau lalu ia tulis menjadi serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan Hatta.

Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres. Kondisi itu tercipta, tak lepas karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi penerbitan majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916. Hindia Poetra bersemboyan “Ma’moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!” berisi informasi bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik terhadap sikap kolonial Belanda.

Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische –meski masih bermasalah– sudah mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua berasal.

Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.

Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free.

Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.

Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI, bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka keduanya disebut Bapak Proklamator Indonesia.

Kehidupan pribadi

Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal 18 Nopember 1945 di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi’ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.

Hanya Hugeng satu-satunya Kapolri Jujur dan Amanah

Belum Ada Kapolri Sehebat Hugeng (Jujur dan Amanah)


Hoegeng Iman Santoso adalah Kapolri di tahun 1968-1971. Ia juga pernah menjadi Kepala Imigrasi (1960), dan juga pernah menjabat ebagai menteri di jajaran kabinet era Soekarno. Kedisiplinan dan kejujuran selalu menjadi simbol Hoegeng dalam menjalankan tugasnya di manapun.salah satu bentuk kejujuran beliau antara lain:

Misalnya, ia pernah menolak hadiah rumah dan berbagai isinya saat menjalankan tugas sebagai Kepala Direktorat Reskrim Polda Sumatera Utara tahun 1956. Ketika itu, Hoegeng dan keluarganya lebih memilih tinggal di hotel dan hanya mau pindah ke rumah dinas, jika isinya hanya benar-benar barang inventaris kantor saja.

Semua barang-barang luks pemberian itu akhirnya ditaruh Hoegeng dan anak buahnya di pinggir jalan saja. ” Kami tak tahu dari siapa barang-barang itu, karena kami baru datang dan belum mengenal siapapun,” kata Merry Roeslani, istri Hoegeng.,

Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.,

Polisi Kelahiran Pekalongan tahun 1921 ini, sangat gigih dalam menjalankan tugas. Ia bahkan kadang menyamar dalam beberapa penyelidikan. Kasus-kasus besar yang pernah ia tangani antara lain, kasus pemerkosaan Sum tukang jamu gendong atau dikenal dengan kasus Sum Kuning, yang melibatkan anak pejabat. Ia juga pernah membongkar kasus penyelundupan mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi, yang notabene dekat dengan keluarga Cendana. Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh Soeharto.

Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak. Kemudian Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi. Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis. Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga. Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500! sampai akirnya beliau wafat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Rabu 14 Juli 2004 pukul 00.30.

Bagaimana dengan polisi sekarang…..banyak isu untuk naik pangkat harus nyogok, masuk polisi hatus nyogo….k. pecahkan msalah dapat sogokan….jadi becking….orang bilang polisi itu seperti sapu sebagai tukang kebersihan yaitu menegkkan hukum positif dinegeri ini tetapi…sapunya kotor jadi lantai kotor disapu dengan sapu kotor jadi ngak bersih-sersih…..kasus gayus, kasus anggodo……..sungguh memilukan bagi polri .Apa Hugeng menyesalai pernah menjadi Kapolri Repoblik Indonesia ?

Amanah atau Menghadapi Kehancuran?

OlehFathuddin Ja’far, MA


Mafia hukum dan peradilan di negeri ini sebenarnya sudah berjalan puluhan tahun dan sudah akut, kendati secara mata telanjang kita menyaksikannya beberapa hari lalu, saat Mahkamah Konstitusi (MK) meperdengarkan rekaman penyadapan pembicaraan telpon antara Anggodo, seorang pengusaha asal Surabaya, dengan beberapa orang yang diduga sebagai agennya dalam upaya mengatur perjalanan hukum sesuai kehendaknya, khususnya yang terkait dengan “kriminalisasi KPK” melalui jebakan yang dirancang terhadap dua pimpinannya, Bibit dan Chandra

Menyimak rekaman yang memakan waktu selama 4.5 jam lebih dan berbagai diskusi yang dilakukan oleh banyak pakar dari berbagai ahli beberapa hari belakangan ini timbul beberapa pertanyaan mendasar dalam benak kita : Apa sebenarnya yang sedang terjadi di negeri ini? Kenapa seorang Anggodo dengan mudah mengatur beberapa pejabat tinggi penegak hukum di Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk menjerat dua orang pimpinan KPK sesuai kemauannya?
Masih adakah Anggodo-Anggodo lain yang berkeliaran negeri ini? Kenapa pula pihak kepolisian tidak bisa menetapkan Anggoda sebagai tersangka kasus kejahatan suap yang dengan gagahnya ia beberkan di salah satu media televisi dan di hadapan para wartawan beberapa hari lau, sehingga salah seorang pengacara Bibit dan Chandar berkata geram : Apa saya yang bodoh atau kepolisian?
Apa yang terjadi sesunguhnya jauh melebihi apa yang terungkap ke permukaaan. Seorang mantan Jaksa Agung, Bismar Siregar di awal reformasi pernah menyatakan, bahwa banyak pejabat Kejaksaan Agung yang korup. Bahkan dalam acara diskusi pagi di tvone 9/11/09 seorang mantan petinggi Kejaksaan, Jogi Soehandojo dengan lantang mengatakan bahwa tingkat korupsi di lemabaga penegak hukum itu sangat mengerikan. Para penegak hukum sudah tidak memiliki keberanian, rasa malu dan profesionalisme. Dan,yang lebih mengerikan lagi, kata beliau, bahwa penegak hukum selalu mencari lobang-lobang hukum yang memungkinkan dapat ditafsirkan semaunya.
Mafia hukum dan peradilan telah mengakibatkan kemiskinan, ketidak adilan dan korupsi besar-besaran dalam semua lini, khususnya di pemerintahan. Nyaris tidak satupun lini pemerintahan yang tidak ada korupsinya, baik eksekutif, legisltaif maupun udikatif. Ajaibnya, menurut Imam Sugama, korupsi itu bermuara dari Departemen Keuangan sendiri yang selalu memarkup ABN mencapai 300 persen.
Dari sinilah dana yang dokorupsi sepanjang tahun itu mengalir. Korupsi telah merugikan negara ribuan trilun rupiah. Kalaulah dana yang dikorupsi tersebut digunakan untuk memperbaiki perekonomian, pendidikan, kesejahteraan masyarakat dan dan berbagai infrasutruktur di seluruh kawasan negeri ini, pastilah lebih dari cukup.
Kejahtan mafia hukum dan peradilan yang mengakibatkan merjalelalnya kejahatan korupsi sudah permanen dan mustahil diselesaikan oleh lembaga-lembaga penegak hukum yang ada. Karena ibarat pepatah “sapu yang kotor tidak mungkin dapat membersihkan”. Lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah fakta bahwa semua institusi penegak hukum di negeri, baik kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan tidak bisa lagi diharapkan berfungsi sebagaimana mestinya.
Lebih dari itu, lembaga-lembaga tersebut dijadikan sarang mafia oleh segelintir pengusaha yang berkolaborasi dengan oknum-oknum pejabatnya. Kondisi seperti itu diperparah lagi oleh institusi legislatif yang kurang berperan dalam mewujudkan harapan masyarakat dan bahkan beberapa anggotanya terlibat pula melakukan hal yang sama.
Sebab itu tidak heran, jika masyarakat kehilangan kepercaan kepada lembaga-lembaga penegak hukum yang ada , termsuk legislatif dan harapan mereka sangat besar pada keberadaan KPK sebagai lembaga penegak hukum alternatif. Maka isu kiriminalisasi KPK telah memancing amarah kebanyakan masyarakat Indonesia yang sangta luar biasa.
Dalam perspektif Islam, mafia hukum dan peradilan yang mengakibatkan ketidak adilan dan merajalelalnya kejahatan korupsi bermuara dari dua persoalan pokok. Pertama, pemimpin yang tidak professional, nepotisme dan lemah kepemimpinannya. Kedua, hilangnya sifat amanah dalam diri pemimpin dan para penegak hukum. Sebab itu, Rsul Saw. sejak lebih dari 14 abad silam telah mewanti-wanti umatnya : Amanah, atau Kehancuran?
Dalam sebuah hadits Rasul Saw bersabda : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Bersabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Bila amanah sudah diabaikan, maka tunggulah kehancuran. Dia berkata: Bagaimana mengabaikan amanah itu wahai baginda Rasulillah? Beliau menjawah: Bila diberikan suatu urusan/tugas/pekerjaan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran“. [1]
Dalam surat Annisak ayat 58 Allah menjelaskan :


Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan (menyerahkan) amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Annisak : 58)
Agar kita memahami betapa besarnya peran amanh dalam kehidupan bernegara, mari kita simak dan renungkan beberapa kisah seputar amanah yang menakjubkan yang terjadi dalam sejarah umat Islam terdahulu, dimulai sejak Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam memimpin umatnya sampai beberapa abad setelahnya.
Kisah-kisah di bawah ini mencerminkan amanah yang telah menjadi karakter masyarakat Islam sejak dari pemimpin, ulama, penegak hukum, pejabat tinggi Negara, pegawai/profesional dan orang kaya dari kalangan kaum muslimin.
1. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dan Imam Muslim rahimahullah, pernah seorang wanita ternama dari suku Makhzumi mencuri di zaman Rasul Saw. Keluarganya mencoba mendapatkan keringanan (dispensasi hukum) dari Rasul Shallallahu agar tidak diterapkan padanya hukuman potong tangan.
Mendengar dan melihat gelagat mereka, beliau pun marah sambil berkata: “Wahai manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur karena mereka menerapkan hukum tebang pilih. Ketika yang mencuri (korupsi) itu dari kalangan terhormat, mereka membiarkannya.
Namun, bila yang mencuri itu dari kalangan lemah (rakyat jelata), mereka terapkan hukum pada mereka. Demi Dzat (Allah) yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Sekiranya Fathimah anak kesayangan Muhammad mencuri, pasti Muhammad potong tangannya“.
Ini adalah amanah seorang penguasa dalam menerapkan undang-undang/peraturan terhadap semua rakyatnya.
2. Salah seorang anak amirul mukminin Umar Ibnul Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah meminjam modal untk berdagang dari Abu Musa Al-Asya’ari radhiyallahu ‘anhu yang ketika itu menjadi Gubernur Kufah (Irak). Abu Musa meminjamkannya dari uang simpanan negara dengan syarat dikembalikan utuh, tanpa ada pemotongan sedikitpun.
Perdaganganpun dijalankan sampai anak khalifah tersebut meraih keuntungan besar. Berita itu sampai kepada sang khalifah. Lalu beliau berkata kepada anaknya, “Ketika kamu membeli barang, para penjual pasti mendiscount harganya karena mereka mengetahui kamu adalah anak seorang Amirul Mukminin.
Ketika kamu menjual barang daganganmu pasti dibeli dengan harga yang lebih tinggi karena para pembeli juga mengetahui kamu adalah anak Amirul Mukminin. Okelah… Jika demikian keadaannya, kaum Muslimin memiliki hak terhadap keuntungan yang kamu peroleh (karena modalnya dari harta mereka).”
Lalu Umar membagi dua (50 : 50) keuntungan tersebut -sebagian untuk anaknya dan sebagian yang lain diserahkan ke Baitul Mal- Umar pun meminta agar modal yang dipinjam anaknya itu segera dikembalikan ke kas negara dan mengingatkan dengan keras akan perbuatan anaknya. Bukan hanya sampai di situ, Umar juga menegur Abu Musa dengan keras atas perbuatannya yang meminjamkan harta negara kepada anaknya yang seharusnya tidak boleh terjadi.
Ini adalah amanah penguasa yang tidak tidur di malam hari demi menjaga harta rakyatnya serta tidak pandang bulu; teman atau keluarga terdekat sekalipun (tidak melakukan KKN).
3. Sholahuddin Al-Ayubi rahimahullah, adalah raja yang amat popular di zamannya dalam penaklukan dan kemenangan. Di tangannya negara memperoleh ghanimah (harta rampasan perang) yang sangat banyak.
Semuanya beliau gunakan untuk wakaf pengembangan pendidikan, rumah sakit dan masjid yang bekas peninggalannya masih kita temukan sampai hari ini. Sungguh demikian, sedikitpun tidak ada yang beliau tinggalkan untuk dirinya dan anak-anaknya.
Bahkan sejarah mencatat, ketika meninggal dunia, beliau adalah manusia yang paling miskin, tidak ada dirham, dinar, tanah dan rumah yang ditinggalkan untuk anak-anaknya.
Ini adalah amanah seorang pemimpin yang Mujahid yang tidak tergoda memperdagangkan jihad (perjuangan)-nya. Dia hanya mencari ridha, syurga dan ganjaran dari Allah sebagai ganti semua itu.
4. Ketika Khalifah Utsman Ibnu Affan radhiyallahu ‘anhu hendak meminjamkan sebagian harta negara kepada beberapa orang (kawannya), ia memanggil direktur Baitul Mal dan memerintahkan agar merealisasikan permintaannya itu. Sang direkturpun menolak perintah Utsman. Lalu Utsman berkata padanya, “Kenapa kamu tidak mau merealisasikannya sedangkan kamu pegawai kami?”
Sang Direkturpun lari menuju masjid (Nabawi) dan berkata dengan suara yang amat keras, sehingga terdengar semua orang yang ada di masjid, “Wahai manusia! Utsman menduga bahwa saya adalah pegawainya. Saya sesungguhnya adalah pegawai yang menjaga Baitul Mal kalian. Baitul Mal ini milik kalian, bukan milik pribadinya. Ini kunci Baitul Mal itu, sekarang saya serahkan kepada kalian. Kemudian sang Direktur melemparkan kunci-knuci Baitul Mal itu dan langsung pergi.”
Ini adalah amanah seorang pegawai yang terhormat. Dia tidak mau melecehkan peraturan demi hanya mencari keridhaan presiden atau pimpinannya.
5. Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib, khalifah Rasul keempat –karromallahu wajhah- pernah melewati sebuah masjid. Dia melihat seseorang sedang memberikan pelajaran agama kepada para hadirin. Lalu Ali berkata kepada sang ustadz tersebut, “Apakah Anda menguasai hukum-hukum dalam Al-Qur’an, nasikh (ayat-ayat yang membatalkan/menghapus hukum sebelumnya) dan mansukh (ayat-ayat yang dibatalkan/dihapus)?”
Sang ustadz menjawab, “Saya belum mengetahuinya.”
Spontan Ali berkata, “Celaka engkau dan engkau mencelakakan masyarakat.” Kemudian Ali melarang orang tersebut memberikan pelajaran agama kepada masyarakat.
Ini adalah amanah seorang Presiden dalam menjaga kemurnian ilmu dan aqidah umat agar tidak dirusak oleh orang-orang bodoh/ tidak berilmu.
6. Pernah suatu kali, Syeikh Izzuddin Abdussalam, sang Jaksa Agung Damaskus berseberangan dengan Sultan Damaskus karena ia (Sultan Damaskus) bekerjasama dengan pihak asing untuk memerangi Sultan Mesir; saudara muslimnya.
Syeikh Izzuddin menganggap perbuatan itu adalah sebuah pengkhianatan terhadap kaum muslimin dan sebuah tindakan kriminal terhadap negerinya. Ketika Sultan Damaskus memecatnya, Syeikh Izzuddin tidak mau tinggal di negeri yang penguasanya adalah para pengkhianat atas hak-hak masyarakat, kemerdekaan dan kedaulatan mereka. Beliau tidak mau pulang ke Damaskus kendati sang Sultan sudah berupaya dengan segala cara seperti janji-janji manis nan menggiurkan.
Ini adalah amanah seorang alim (ulama) yang tegas menegakkan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim dan membongkar pengkhianatannya terhadap masyarakat, tanpa takut menghadapi berbagai ancaman penguasa demi berjalan di jalan Allah.
7. Pada suatu hari, ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha bersedekah sebanyak 100.000 dirham sedangkan ia berpuasa dan memakai pakaian yang bertambal. Lalu pembantunya berkata kepadanya, “Wahai sekiranya engkau tinggalkan sedikit untuk membeli makanan untuk buka puasa kita hari ini. Tidak ada lagi yang bisa kita makan hari ini.”
Aisyah pun menjawab, “Kalau kamu ingatkan sejak awal, aku akan lakukan itu.” Ini adalah amanah orang kaya mukmin yang lupa rasa lapar dalam dirinya. Pada waktu yang sama, ia malah ingat rasa lapar orang lain dari masyarakatnya.
Membaca sekelumit cerita indah tentang betapa amanhnya para pemimpin Islam, ulama, penegak hukum dan termasuk para konglomeratnya muncul pertanyaan dalam diri kita : Kapan kita mampu membangun sebuah pemerintahan yang tegak di atas dasar sifat atau karakter amanah seperti yang dicontohkan umat Islam terdahulu? Jawabannya seperti yang dijelaskan Allah :

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dari ayat di atas dapat kita simpulkan bahwa syarat mewujudkan sebuah pemerintahan yang amanah adalah :
1. Ketaatan mutlak kepada Allah dan rasul-Nya melalui penerapan sistem hidup yang telah dijelaskan Allah dalam A-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw.
2. Mentaati pemimpin yang professional, yakni yang menegakkan sistem Allah dan Rasul Saw.
3. Para penegak hukum harus mengembalikan semua perkara yang diperselisihkan kepada kepitusan Allah dan Rasul-Nya, agar terhindar dari vasted interest dan hawa nafsu.
4. Meyakini konsekunsi hukum akhirat.
Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada para pemimpin dan penegak hukum di negeri ini agar mereka memiliki sifat Amanah. Amin yaa Robb…

Pemimpin menikmati kekuasaannya —(2)

Tabel Pemasukan Keluarga Suharto:


Kekayaan anak-anak suharto; yang dinikmati selama kekuasaan Presiden Suharto:

Tutut (50 tahun)

Anak perempuan tertua Soeharto ini berumur 50 tahun. Bidang usahanya berada dalam satu group usaha “Citra Lamtoro Gung” dengan lebih dari 90 perusahaan, dengan beragam jenis usaha mulai dari telekomunikasi sampai infrastruktur. Termasuk didalamnya jalan tol di Indonesia dan Filipina.
Kekayaan yang lain adalah rumah dengan 12 kamar tidur seharga $ 1 juta dengan kelengkapan lapangan tenis dan kolam renang air hangat berlokasi dekat kota Boston. Ada juga rumah di kota London berlokasi dekat dengan kawasan elit Hyde Park.
Tutut terakhir terlihat di depan publik pada waktu meminta kenaikan tarif jalan tol kepada DPR.
Gaya hidup: Mempunyai ambisi politik. Pada kabinet terakhir Suharto, dia terpilih sebagai menteri sosial. Memulai bisnis pada usia 25 tahun, ketika “paman” Liem Sioe Liong memberinya 14% saham bank BCA (Bank swasta terbesar). Tutut mengadopsi anak dari Ari Sigit (keponakannya) diluar perkawinan.. Seorang kawan keluarga yang bepergian ke San Francisco bercerita dengan antusias : “Dia memberi saya tiket untuk pulang ke Jakarta. Saya masih ingat bau kulit dari tempat duduknya dan parfum mahal Armani di kamar mandinya”!

Bambang Tri (45 tahun)

Menguasai 38% kepemilikan saham dari Bimantara Citra, salah satu perusahaan konglomerat terbesar dengan 27 anak perusahaan dan kepemilikan di semua jenis usaha mulai dari minyak dan gas sampai hotel, telekomunikasi, dan makanan hewan.
Kekayaan yang lain adalah apartemen seharga $ 8,2 juta, perumahan di Los Angeles seharga $ 12 juta. Seorang pengunjung bercerita bahwa perumahan tersebut terdiri dari: dua buah rumah, dua buah kolam renang, lapangan tenis dan lapangan basket. Desain interior di rumah peristirahatan tersebut sangat memamerkan kekayaan (mewah), lebih buruk lagi sofanya dilapis dengan kain ala kulit macan.
Bambang terakhir terlihat di suatu tempat dekat Los Angeles.
Gaya hidup: Ia men-transfer uang kas ke luar negri dan membeli saham-saham di pasar modal international selama beberapa tahun. Tahun 1997, ia mengadakan kunjungan ke suatu pulau, Curaao (daerah dibawah kontrol negeri Belanda) untuk menyimpan uang di suatu cabang bank internasional. Seorang kawan bercerita, Bambang memperhatikan orang-orang yang memerlukan bantuan, tetapi sesuatu terjadi dalam perjalanan menuju ke Bank tersebut. “Saya rasa semua orang disekitarnya menjadi kaya dan dia merasa tertinggal”.

Tommy (36 tahun)

Memiliki 60% kepemilikan Humpuss Group yang memiliki lebih dari 60 anak perusahaan dalam industri yang beragam mulai dari konstruksi sampai perusahaan farmasi.
Kekayaan lain adalah kebun di Selandia Baru, lapangan golf 18 lubang yang sebagian dia miliki di Ascot, Inggeris. Bermain golf di tempat itu 2 kali setahun dan bangga sekali dengan handikap 12-nya.
Tommy terakhir terlihat di pengadilan negeri Jakarta, dimana dia adalah satu-satunya anak Suharto yang diadili.
Gaya hidup: Tommy mengkoleksi mobil balap (suatu kali disponsori oleh Marlboro). Seperti kakaknya Sigit, Tommy suka berjudi, tidak berpikir apa-apa walau kalah $1 juta dalam sekali permainan. Seorang teman berjudi bercerita bahwa Tommy pernah pergi berjudi ke kasino-kasino di Eropa menggunakan jet pribadinya dengan membawa uang jutaan dolar. Dalam perjalanan pulang ia mampir di Singapura guna menyimpan (deposit) sisa uangnya.. Tommy mencintai uang dan selalu menginginkannya melebihi segalanya. Seorang teman keluarga bercerita bahwa ia mirip ayahnya, dia sangat sopan dan kalem.
Sigit (48 tahun)


Memiliki 40% saham di perusahaan adiknya (Humpuss Group) dan partner tidur (tanpa setor modal) di ratusan perusahaan.
Kekayaan lainnya adalah 2 buah rumah di London seharga masing-masing $ 12 juta. Selain itu ada juga rumah di dekat Jenewa (Swiss) dan di Los Angeles.
Terakhir terlihat pada saat acara keluarga di daerah Menteng.
Gaya hidup: Sigit adalah penjudi yang serius. Seringkali berjudi rolet dan bakarat di kasino-kasino favoritnya, yaitu The Ritz London, Atlantic City dan Perth. Seorang partner bisnis bercerita, ia mengadu untung sebanyak $ 3 juta semalam. Dalam karirnya ia pernah kalah sebanyak $ 150 juta. Setelah Sigit mengalami kekalahan yang hebat di Las Vegas pada akhir tahun 1980-an ayahnya melarangnya untuk berjudi di luar negeri. Bandar judi di Jakarta kemudian mengorganisir judi bakarat melalui TV kabel. Dalam permainan ini, menurut seorang kawan, Sigit mengalami kekalahan sampai $ 20 juta, “Mereka hanya menciptakan kekalahan untuk Sigit”.

Mamiek (34 tahun)

Kepemilikan di perusahaan saudara-saudaranya ditambah dengan usaha di bidang buah-buahan, transportasi dan telekomunikasi.
Pada tahun 1995, Perusahaan miliknya Manggala Krida Yudha, ditunjuk untuk melaksanakan proyek bernilai $ 500 juta untuk reklamasi pantai di Jakarta Utara. Kemudian dia men-subkontrak proyek tersebut kepada perusahaan Hyundai (Korea) senilai $100 juta. Tapi proyek tersebut di batalkan pemerintah dalam usaha memberantas korupsi.
Kekayaan lainnya adalah, 264 hektar kebun buah di Jawa Barat.
Terakhir terlihat : di kediamannya.
Gaya hidup: Mamiek adalah seorang yang low profile, perokok berat. Terjun ke dunia bisnis cukup terlambat untuk dapat mengumpulkan banyak uang. Ia dikenal secara luas sebagai pemilik kebun buah “Mekar Sari” yang berlokasi di dekat Bogor, dibuat pada tahun 1995 guna mempromosikan riset mengenai botani.
Seorang kawan bercerita, suatu ketika ia menawarkan bisnis kepada Mamiek untuk bekerja sama. Seminggu kemudian Mamiek kembali kepada kawannya dan berkata bahwa ia (Mamiek) tidak bisa mengerjakan bisnis tersebut karena ayahnya (Soeharto) telah memberikan bisnis tersebut kepada kakaknya Tommy.

Titiek (40 tahun)

Kepemilikannya diantaranya pada perusahaan jasa keuangan, pembangkit listrik, bank dan properti.
Kekayaan lainnya adalah rumah di salah satu kawasan paling elit, Grosvenor Square.
Terakhir terlihat di Boston, dimana anak lelakinya bersekolah (SMA). Suaminya Letnan Jendral Prabowo Subianto sekarang berada di Jordan memimpin bisnis milik Hashim di negara tersebut, di mana Prabowo adalah juga teman dekat dari Raja Jordan yang baru (King Abdullah).
Gaya hidup: Titiek adalah seorang perokok berat, membenci anjing. Di Jakarta dia tidur lain kamar dengan suaminya (suaminya ditemani oleh anjing alsatian-nya). Kesukaan lain dari Titiek adalah mengkoleksi barang-barang bermerek “Harry Winston”, “Bulgari” dan “Cartier”. Seseorang yang menemaninya dalam perjalanan ke Swiss dan Inggeris bercerita bahwa Titiek adalah seorang yang gemar akan berlian.
Sebagai bekas komisaris dari Yayasan Seni Indonesia (Indonesian Fine Arts Foundation), Titiek memiliki benda seni pribadi senilai lebih dari $ 5 juta. Pada tahun 1994, pada pesta pembukaan restoran dan kafe “Planet Hollywood”, Titiek berkesempatan berdansa semalaman dengan Steven Seagal”.

bersambung– 3

 

 

Pemimpin menikmati kekuasaannya —(1)

Para Kata:
Sekedar Introfeksi bangsa saya mencoba mengingatkan kembali tingkah laku para pemimpin bangsa ini.
Saya selalu bertanya didalam hati kenapa begitu parahnya dan rakusnya para penguasa bangsa ini,apakah karena pengaruh para isterinya yang serakah atau ingin menikmati kalau menjadi Raja, atau tidak tahan menghadapi godaan kemilaunya harta karun republik ini, sehingga membuatnya kemaruk dengan kekuasaan. saya mencoba memulai dari masa kepemimpinan Suharto, karena masa kepemimpimam Sukarno hampir boleh dikatan perhatiannya terhadap republik dan bangsa Indonesia tidak diragukan, masa kepemimpinan beliau hingga akhir hayatnya beliau hampir boleh dikatakan tidak punya apa-apa, selain Isteri dan anak-anaknya dengan kehidupan seadanya. 

SUHARTO INC. : KERAJAAN KELUARGA

LAPORAN MAJALAH TIME – 24 MEI 1999 ; MENGENAI HARTA JARAHAN KELUARGA SUHARTO

Penyelidikan TIME ke dalam kekayaan keluarga Suharto dan anak-anaknya menemukan harta jarahan sebesar $ 15 milyar dalam bentuk uang tunai, properti, barang-barang seni, perhiasan dan pesawat-pesawat jet pribadi
Oleh: JOHN COLMEY dan DAVID LIEBHOLD Jakarta

PERUSAHAAN KELUARGA
Ketika tiba masa akhir Suharto, presiden Indonesia terlama, ia hanya nampak pasif. Sementara para mahasiwa dan massa rakyat yang marah turun ke jalan-jalan, dan disambut dengan tembakan dan gas air mata; jendral berbintang lima itu mundur ke belakang sambil mencoba menata segala sesuatunya dengan baik. Ketika ia akhirnya turun tahun lalu, ia hanya berdiri menyingkir ke sebelah, sementara B.J Habibie mulai diambil sumpahnya. Setelah itu Suharto jarang kedengaran lagi.
Tetapi nyatanya Suharto jauh lebih sibuk dari yang disadari oleh banyak orang. Sesaat setelah Soeharto jatuh dari kekuasaan, telah tercium adanya usaha-usaha untuk menyelamatkan harta pribadinya. Di bulan JulI 1998, serangkaian laporan mengindikasikan bahwa uang dalam jumlah luar biasa yang berhubungan dengan Indonesia telah dipindahkan dari sebuah Bank di Switzerland ke Bank lain di Austria, yang dipertimbangkan sebagai tempat berlindung yang lebih aman untuk deposito-deposito rahasia. Pemindahan tersebut memperoleh perhatian dari kementerian keuangan Amerika, yang mengikutinya secara seksama, dan menggerakkan penyelidikan-penyelidikan diplomatik di Wina. Sekarang, sebagai bagian dari penelitian empat bulan yang meliputi 11 negara, TIME telah menemukan bahwa $ 9 milyar dari uang Soeharto dipindahkan dari Switzerland ke sebuah account Bank di Austria. Nilai yang tidak jelek untuk seseorang yang gaji kepresidenannya sebesar $ 1.764 per bulan.
Jumlah milyaran ini hanyalah sebagian dari kekayaan Soeharto. Meski pun krisis keuangan Asia telah memotong kerajaan keluarga secara signifikan, bekas presiden ini dan anak-anaknya masih menguasai kekayaan luar biasa. Kerajaan ini dibangun dalam waktu lebih dari tiga dekade yang mencakup perusahaan-perusahaan dari skala kecil hingga besar. Menurut data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan majalah properti Indonesia, keluarga Soeharto baik yang dimiliki sendiri maupun melalui perusahaan-perusahaannya, mengontrol 3,6 juta hektar real estate di Indonesia, sebuah area yang lebih besar dari Belgia. Luas ini mencakup 100.000 meter persegi ruangan kantor di Jakarta dan hampir 40 persen dari luas seluruh propinsi Timor Timur.
Di Indonesia, enam anak Soeharto memiliki saham dalam jumlah signifikan sekurang-kurangnya di 564 perusahaan, dan kekayaan luar negeri mereka mencakup ratusan perusahaan-perusahaan lainnya, tersebar dari Amerika ke Uzbekistan, Belanda, Nigeria dan Vanuatu. Keluarga Soeharto juga memiliki sejumlah besar hiasan-hiasan berharga. Selain itu, sebuah ranch untuk berburu seharga $ 4 juta di Selandia Baru and memiliki setengah dari kapal pesiar (yatch) seharga $ 4 juta yang ditambatkan di luar Darwin, Australia. Hutomo Mandala Putra (nama kecilnya Tommy) putra terkecil, mempunyai 75 persen saham di sebuah lapangan golf 18 lubang dengan 22 apartemen mewahnya di Ascot, Inggris. Bambang Trihatmojo, putra kedua Soeharto, memiliki sebuah penthouse seharga $ 8 juta di Singapura dan sebuah rumah besar seharga $ 12 juta di sebuah lingkungan esklusif di Los Angeles, letaknya dua rumah dari rumah bintang rock Rod Steward dan hanya beda satu jalan dari rumah saudaranya Sigit Harjoyudanto yang bernilai $ 9 juta. Putri tertua, Siti hardiyanti Rukmana, mungkin telah menjual Boeing 747-200 jumbo jetnya, tetapi armada kapal terbang keluarga Soeharto masih mencakup, sekurang-kurangnya sampai saat ini, sebuah DC-10, sebuah Boeing 737 biru dan merah, sebuah Canadian Challenger 601 dan sebuah BAC-111. Yang terakhir pernah dipunyai oleh the Royal Squadron of Britain’s Queen Elizabeth II, menurut Dudi Sudibyo, managing editor dari Angkasa, majalah terbitan Indonesia.
Setelah melakukan ratusan wawancara dengan teman-teman Soeharto, baik yang dahulu mau pun sekarang, pegawai pemerintah, kalangan bisnis, ahli-ahli hukum, akuntan-akuntan, bankir-bankir dan keluarga mereka, serta meneliti berlusin-lusin dokumen (termasuk catatan-catatan Bank tentang pinjaman luar negeri terbesar), para koresponden TIME menemukan indikasi bahwa sekurang-kurangnya $ 73 milyar melewati tangan-tangan keluarga Soeharto antara tahun 1996 hingga tahun lalu. Sebagian besar berasal dari pertambangan, perkayuan, komoditi-komoditi dan industri-industri perminyakan. Investasi-investasi buruk dan krisis keuangan di Indonesia telah menurunkan jumlah kekayaan tersebut. Tetapi bukti mengindikasikan bahwa Soeharto dan enam anaknya tetap memiliki kekayaan $ 15 milyar tunai, saham.saham, modal-modal perusahaan, real estate, perhiasan dan benda-benda seni -termasuk karya-karya Affandi dan Basoeki Abdullah dalam koleksi Siti Hediati Hariyadi, putri tengah yang dikenal sebagai “Titiek”.
Soeharto membuat fondasi untuk kekayaan keluarganya dengan menciptakan sistem patron yang berskala nasional yang mempertahankannya dalam kekuasaan selama 32 tahun. Anak-anaknya, pada gilirannya, memfungsikan kedekatan dengan Presiden kedalam peranan calo (perantara) untuk pembelian dan penjualan dari produk-produk minyak, plastik, senjata, bagian-bagian pesawat terbang dan petrokimia yang dimiliki pemerintah. Mereka memegang monopoli pada distribusi dan import komoditi-komoditi utama. Mereka mendapatkan pinjaman dengan bunga rendah melalui kerjasama dengan bankir-bankir, yang seringkali takut untuk menanyakan pembayaran kembali. Subarjo Joyosumarto, managing director Bank Indonesia menyatakan bahwa selama pemerintahan Soeharto, “ada sebuah situasi yang membuat sukar bagi Bank-Bank negara untuk menolak mereka.”
Sekarang, dengan setengah penduduk dibawah garis kemiskinan sebagai hasil dari krisis keuangan, tidak ada keraguan bahwa keluarga Soeharto menumbuhkan kekayaan diatas penderitaan rakyat. Seorang bekas kolega bisnis anak-anak Soeharto memperkirakan bahwa mereka tidak membayar pajak antara $ 2,5 milyar dan $ 10 milyar pada komisi saja. “Sangat mungkin tidak ada perusahaan-perusahaan Soeharto telah membayar 10 persen dari kewajiban pajak yang sebenarnya”, kata Teten Masduki, seorang anggota eksekutif Indonesian Corruption Watch, sebuah NGOs. “Dapatkah dibayangkan berapa besar pendapatan yang telah hilang?”
Kebanyakan orang Indonesia juga menyalahkan Suharto karena menciptakan iklim korupsi yang mempengaruhi seluruh perekonomian Indonesia. Bank Dunia memperkirakan bahwa sampai sebanyak 30% anggaran pembangunan di Indonesia selama dua dekade telah menguap karena korupsi yang meluas di lingkungan pegawai negeri dari atas sampai ke bawah. “Kalau anda tidak membayar suap, orang akan menganggap anda aneh”, kata Edwin Soeryadjaya, Direktur perusahaan patungan telekomunikasi Indonesia-Amerika. “Sungguh sedih. Saya sampai tidak bisa bilang bahwa saya bangga menjadi orang Indonesia. Ini adalah satu dari negara paling korup di dunia”.
HARAPAN YANG BESAR
Bagaimana perusahaan keluarga Suharto mendapatkan kekayaan dan kekuatannya; dan memperpanjang impian jutaan orang Indonesia lainnya? Ketika Suharto menjadi Presiden pada tahun 1967, gabungan yang unik antara kekuatan dan kepintaran politik orang Jawa telah terwujud. Penyingkiran kehidupan presiden Sukarno, nasionalis pendiri negara, terlaksana selama dua tahun dengan disertai pembersihan anti-komunis yang memakan korban sebanyak lebih dari 500.000 orang. Namun Suharto, seorang jenderal yang tidak dikenal dari sebuah desa di pelosok Jawa Tengah, mengawalinya dari sebuah kehidupan yang tampaknya sederhana. Ia dan istrinya Siti Hartinah (Ibu Tien) pada awalnya hidup di rumah peristirahatan yang sederhana di daerah Menteng, Jakarta dan biasa mengendarai Ford Galaxy. Hal inilah yang menandai perbedaan yang kontras antara dia dengan Sukarno, yang dengan gaya hidup bak seorang raja, dengan istana megah kepresidenannya dan istri ketiganya yang glamour Dewi, yang sebelumnya sebagai penyanyi Jepang di night club Cobacabana di Tokyo. Akan tetapi di balik topengnya, sesungguhnya Suharto telah menunjukkan awal kesukaannya untuk menghasilkan uang.
Di tahun 1950an, ia diduga terlibat dengan sengaja dalam penyelundupan gula dan kegiatan extra-militer lainnya di Jawa Tengah, yang menyebabkannya kehilangan kedudukan sebagai panglima KODAM Diponegoro ketika terjadi gerakan anti korupsi di tahun 1959. Dalam otobiografinya, Suharto menegaskan bahwa ia menukar gula untuk mendapatkan beras, dalam upaya mengatasi kekurangan pangan lokal dan secara pribadi ia tidak mendapatkan keuntungan darinya. Pada akhirnya, pihak militer memindahkan Suharto ke posisi yang tidak memiliki pengaruh kuat yaitu di sekolah staf angkatan bersenjata di Bandung, Jawa Barat.
Pada tahun 1966, bisnis keluarga Suharto mulai terbentuk. Ketika menjadi pejabat Presiden, Suharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah no. 8 untuk merampas dua konglomerasi yang dikuasai Sukarno yang memiliki aset sebanyak $ 2 milyar. Konglomerasi tersebut kemudian menjadi PT Pilot Project Berdikari, di mana Suharto menempatkan pengelolaannya di bawah Achmad Tirtosudiro, seorang pensiunan jenderal yang pada saat ini mengetuai sebuah organisasi muslim yang kuat yang didirikan oleh Presiden Habibie. Perusahaan ini menjadi salah satu jantung utama kerajaan bisnis Suharto.
Keberuntungan presiden mulai melambung bersama-sama dengan beberapa teman dekatnya, yang paling terkenal adalah Liem Sioe Liong dan The Kian Seng, yang lebih dikenal sebagai Mohammad “Bob” Hasan. Di akhir tahun 1969, Suharto memberikan sebagian monopoli — yang pada akhirnya menjadi monopoli penuh — pada barang-barang impor, pabrik penggilingan dan distribusi gandum dan tepung pada PT Bogasari Flour Mills, yang dikuasai oleh Kelompok Salim milik Liem. Bertahun-tahun Liem dikenal sebagai Oom Liem pada keluarga Suharto dan Hasan menjadi orang terpercaya Suharto dari luar kalangan keluarga, yang pada akhirnya memperluas kerajaan bisnisnya sendiri dengan cepat.
Dasar keberuntungan Suharto adalah yayasan kepresidenan. Lusinan yayasan telah didirikan seolah-olah sebagai yayasan amal, dan yang membiayai sejumlah besar rumah sakit, sekolah, dan mesjid. Tetapi yayasan-yayasan tersebut juga merupakan dana raksasa yang tidak resmi untuk investasi proyek-proyek Suharto dan kroninya, maupun untuk mesin politik presiden, yaitu Golkar. Menurut George Aditjondro, pengajar Sosiologi di Universitas Newcastle, Australia, terdapat sekitar 79 yayasan yang dikuasai oleh Suharto, istrinya (meninggal tahun 1996), saudara-saudara istrinya dari desa, sepupunya dan saudara tirinya, enam anaknya, keluarga dan orang tua pasangan anak-anak tersebut, orang-orang militer yang dipercaya, dan teman-teman dekat lainnya seperti Habibie, Hasan dan Liem.
“Yayasan-yayasan tersebut membeli berbagai saham, mendirikan berbagai perusahaan, meminjamkan uang kepada para pengusaha,” kata Adnan Buyung Nasution, pengacara yang pada akhir tahun lalu mencoba membentuk komisi independen terhadap kekayaan Suharto. Yayasan menerima “sumbangan”, yang seringkali tidak dalam bentuk sukarela. Diawali di tahun 1978, seluruh Bank milik pemerintah diminta memberikan 2,5 persen keuntungannya untuk Yayasan Dharmais dan Yayasan Supersemar, demikian menurut Jaksa Agung terdahulu Soedjono Atmonegoro. Keppres no. 92 tahun 1996 memerintahkan bahwa setiap pembayar pajak dan perusahaan yang berpenghasilan $ 40.000 setahun, diharuskan menyumbang 2 % pendapatannya untuk Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, yang dibentuk untuk mendukung program pemberantasan kemiskinan (perintah ini kemudian ditiadakan pada bulan Juli 1998). Saat ini, pegawai negeri dan anggota militer menyumbang sebagian penghasilan mereka setiap bulannya kepada Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, yang digunakan Suharto untuk memenangkan dukungan bagi kalangan umat Islam. Sementara “sumbangan” tersebut menjadi bagian besar dari penghasilan yayasan, masih terdapat sumber-sumber keuangan lainnya. Di tahun 1978, Yayasan Suharto menguasai 60% saham Bank Duta — sebuah Bank swasta terkemuka, kata seorang bekas pejabat Bank Duta. Saham tersebut bertambah secara perlahan menjadi 87 %. Kemudian yayasan-yayasan tersebut menginvestasikannya ke dalam berbagai perusahaan swasta yang didirikan anggota keluarga Suharto dan kroninya. Setelahnya, dengan pertolongan menteri-menteri atau perusahaan milik negara, perusahaan-perusahaan tersebut akan mendapatkan sebuah kontrak atau sebuah monopoli.
Sejak jatuhnya Suharto, yayasan-yayasan tersebut telah menjadi target utama para penyelidik Indonesia. Segera setelah pengunduran Suharto, Jaksa Agung Soedjono menyelidiki pembukuan empat yayasan terbesarnya. Apa yang ditemukannya sungguh mengejutkan. “Yayasan-yayasan tersebut didirikan untuk menyalurkan layanan sosial”, ia mengatakan, “tetapi Suharto menyalurkan uangnya ke anak-anak dan teman-temannya.”. Soedjono menemukan bahwa salah satu yayasan yang terbesar, Supersemar, telah menyebarkan 84 % dananya pada sasaran yang tidak diketahui, termasuk pinjaman kepada perusahaan milik anak-anak dan teman-temannya. Suharto, sebagai pimpinan, harus menandatangani cek diatas $ 50.000. Sodjono menyampaikan laporan pendahuluan atas temuannya kepada Presiden Habibie Juni lalu. Ia dipecat lima jam kemudian. (Presiden berkata Soedjono dipecat karena ia melewati garis komando untuk masuk masalah yang lain.)
MINYAK DAN TANAH
Dalam dasawarsa pertama masa kekuasaannya, Suharto melalui Ibnu Sutowo menjadikan Pertamina seakan-akan milik pribadinya. Ketika Ibnu Sutowo dipecat di tahun 1976, tidaklah jelas apa sebabnya, apakah karena salah mengelola perusahaan atau karena memiliki ambisi politik yang kelewat besar. Saat ini, di usianya yang ke 84, Ibnu Sutowo menceritakan kepada TIME mengenai hal tersebut. Menurutnya, tahun 1976 Suharto menyuruhnya mendirikan perusahaan untuk mengangkut minyak mentah Indonesia ke Jepang. “Suharto bilang, saya ingin kamu menarik $ 10 sen untuk setiap barrel yang terjual oleh perusahaan baru itu.” Ibnu Sutowo ingat saat itu. “Ketika saya mengatakan tidak, ia kelihatannya kaget”.
Setelah Ibnu Sutowo dipecat, Pertamina melakukan ekspor dan impor minyak di pertengahan tahun 80-an melalui Perta Oil Marketing dan Permindo Oil Trading, dua perusahaan di mana Tommy dan Bambang memiki saham. Menurut seorang pejabat senior di pemerintahan Habibie, dua perusahaan tersebut menerima komisi sekitar $ 30-35 sen per barrel. Di tahun fiskal pertama tahun 1997-1998, kedua perusahaan itu menjual rata-rata 500.000 barrel per hari, dengan komisi lebih dari $ 50 juta per tahun. Menurut Subroto, mantan Menteri Pertambangan dan Energi: “Pertamina sebenarnya bisa mengekspor langsung. Dua perusahaan itu sebenarnya tidak dibutuhkan”.
Selanjutnya, seorang mantan mitra bisnis Tommy dan Bambang mengatakan bahwa ‘mark up’ tidak resmi dalam ekspor dan impor minyak telah memberikan dua perusahaan itu sekitar $ 200 juta per tahun selama tahun 1980-an ketika harga minyak bumi tinggi, dan sekitar separuhnya di tahun 1990an. Keluarga Suharto juga mendapatkan kontrak-kontrak Pertamina untuk asuransi, keamanan, suplai makanan dan jasa-jasa lainnya –170 kontrak secara keseluruhan. Tahun lalu, ketika Suharto jatuh, Pertamina membatalkan banyak kontrak-kontrak tersebut dan mengumumkan bahwa Pertamina berhasil menghemat $ 99 juta per tahun karenanya. Seorang mantan mitra bisnis keluarga Suharto mengatakan: “Mereka memerah Pertamina seperti layaknya sapi”.
Salah satu penghasil uang utama bagi Suharto adalah PT. Nusantara Ampera Bakti, atau Nusamba, didirikan tahun 1981 oleh tiga yayasan Suharto dengan modal $ 1,5 juta bersama Bob Hasan dan Sigit Suharto (masing-masing memperoleh saham 10%). Perusahaan ini menjadi jaringan besar dengan lebih dari 30 anak perusahaan di bidang keuangan, energi, pulp dan kertas, baja dan otomotif. Jantung Nusamba adalah saham sebesar 4,7 % pada Freeport Indonesia, sebuah perusahaan AS yang merupakan penambang emas terbesar di dunia dengan kegiatan di Papua Barat. Tahun 1992 tiga yayasan itu memindahkan 80% sahamnya ke Bob Hasan, meskipun tidak jelas berapa banyak yang ia bayar untuk itu. Sampai kini, penyelidik dari pemerintah tidak pernah memeriksa keuangan Nusamba. OC Kaligis, ketua penasehat hukum Suharto mengatakan: “Bila ingin tahu tentang Nusamba, tanya Bob Hasan. Dalam penyelidikan Suharto, Jaksa Agung tidak pernah bertanya soal Nusamba”.
Keluarga Suharto mendapatkan uang tidak saja melalui kontrak-kontrak pemerintah, tetapi juga dari menyusahkan kehidupan orang Indonesia. Ketika Suharto ingin membangun peternakan sapi di Jawa Barat, ia merampas tanah lebih dari 751 ha yang dihuni oleh 5 desa. Menurut pemerintah, ia membayar ganti rugi sebesar $ 5.243. Beberapa penduduk mengatakan, mereka tidak memperoleh ganti rugi apapun. Muhammad Hasanuddin, yang saat itu masih anak-anak, ingat ketika keluarganya kehilangan tanah mereka seluas dua hektar. “Kami melihat sapi gemuk-gemuk dijaga oleh serombongan penjaga berkuda, menginjak-injak ladang kami yang sudah hancur. Seluruh keluarga hanya bisa menangis”. Ayah Hasanuddin akhirnya menjadi tukang becak di Jakarta.
Banyak cerita sama. Di tahun 1996 sebuah perusahaan milik Tommy merampas tanah penduduk desa di Bali seluas 650 hektar untuk resort. Perusahaan itu sebenarnya hanya memperoleh ijin untuk 130 ha, yang kemudian diperluas secara ilegal, demikian menurut Sonny Qodri, ketua LBH Bali. Penduduk yang menolak untuk menandatangani perjanjian menjual tanah, diintimidasi, dipukuli dan sering direndam dalam air sebatas leher. Dua dari mereka dibawa ke pengadilan dan dipenjara 6 bulan. Sekarang tak ada yang tertinggal dari proyek itu: resesi datang ketika buldozer akan bekerja.
Hasan Basri Durin, Ketua BPN dan Menteri Agraria, mengatakan bahwa keluarga Suharto bisa dikatakan tidak membayar untuk tanah-tanah yang mereka inginkan –nilai yang dibayar hanya 6% dari nilai pasar sebenarnya, dan pemilik tanah biasanya berubah pikiran dan bersedia menjual tanah setelah kedatangan tentara. “Kadang-kadang mereka tidak membayar satu sen pun”, kata Hasan. “Namun semuanya legal karena mereka (keluarga Suharto) memiliki dokumen”. Hanya separuh petani Indonesia yang memiliki sertifikat tanah, sehingga sulit bagi mereka untuk membuktikan kepemilikannya — dan lebih sulit lagi untuk membuktikan terjadinya intimidasi. Hasilnya, hanya sedikit yang mengajukan gugatan.
ANAK-ANAK KEBERUNTUNGAN
Selama bertahun-tahun, korupsi di Indonesia adalah semacam bentuk pemberian komisi dari pembelian, yang umum dijumpai di negara-negara berkembang. Ada dua faktor yang menyebabkan Indonesia agak berbeda dari yang lainnya. Pertama, posisi Indonesia sebagai bintang panggung baru dalam keajaiban ekonomi Asia, yang membawa aliran dana yang mengalir ke sektor bisnis dan real estate. Bank Dunia memperkirakan bahwa antara tahun 1988 sampai tahun 1996, Indonesia telah menerima lebih dari $ 130 milyar dari investasi asing. Ini semua hanya mungkin di bawah pengaruh Barat, yang telah mendukung Suharto selama 30 tahun, kata Carel Mohn, juru bicara Transparansi Internasional, sebuah Organisasi non-pemerintah (Ornop) yang berbasis di Berlin.
Faktor kedua, adalah anak-anak Suharto. Ke-enam anak-anak tersebut masuk ke dalam bisnis, panggilan hati yang telah ada semenjak usia dini mereka. Saya ingat ketika kami masih remaja, saya dan Bambang dan teman-temannya datang kerumah Oom Liem, kata seorang teman kecil anak Suharto yang kedua. Oom Liem akan selalu memberi kami sepaket uang yang dibungkus kertaskoran. Paket itu, katanya, berisi cek senilai sekitar $ 1.000 atau lebih. Wati Abdulgani, seorang pengusaha perempuan yang juga berhubungan dengan perusahaan keluarga Suharto di tahun 1980an mengatakan: “Anak-anak ini mengamati apa saja yang diberikan oleh Oom-nya tersebut, dan kemudian mereka berpikir, Bagaimana dengan kami nanti bila kami sudah besar, apakah bisa seperti dia?”
Sigit, anak yang tertua, secara jelas dipaksa oleh ibunya untuk masuk ke bisnis. Peran ibunya sebagai orang di belakang layar membuatnya terkenal dengan sebutan “Madam Tien Percent”. Seorang teman bu Tien pernah berbicara dengannya pada saat pemerintah sedang membangun bandara internasional Soekarno-Hatta. “Ia bilang pada saya, saya ingin Sigit belajar tentang Bisnis”, katanya. Saya katakan sebaiknya Sigit menyelesaikan dulu universitas-nya. Jawab ibunya, “Jangan, jangan, Sigit tidak bisa berpikir jelas”. Dua narasumber yang bekerja untuk proyek Bandara tersebut berkata bahwa ketika kedua terminal bandara telah selesai di tahun 1984, sebanyak $ 78,2 juta harus diserahkan ke Sigit dalam bentuk mark-up yang kelihatannya akan seperti biaya berjalan. Sigit kemudian beranjak ke bisnis yang lebih besar lagi. Di tahun 1988, Departemen Sosial menetapkan adanya karcis SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah), yang dipegang oleh perusahaannya. SDSB tersebut dapat terus beroperasi sampai kemudian terpaksa harus dihapus karena protes anti-judi dari kalangan Islam di tahun 1993. Pola judi tersebut membuat Sigit dan perusahaannya mendapat jutaan dollar setiap minggunya, kata Christianto Wibisono dari PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia), yang telah mengumpulkan berbagai informasi diseputar bisnis dan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Suharto semenjak tahun 1980.
Anak keduanya, Bambang, mendirikan Group Bimantara di tahun 1981 bersama dengan dua teman bekas anggota kelompok band rock-nya. Mereka dibimbing masuk ke bisnis oleh Oom Liem. Dari tahun 1967 sampai tahun 1998, BULOG (Badan Urusan Logistik) mengimpor dan mendistribusikan bahan-bahan pokok, seperti terigu, gula, kacang, dan beras melalui perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Suharto, termasuk enam diantaranya milik Liem. Sesuai permintaan Bambang, Liem memberikan sebagian bisnis kepadanya. Dari perdagangan gula saja, Bambang mendapat keuntungan sebesar $ 70 juta setahunnya, hanya untuk menstempel dokumen. Sistem itu berjalan dengan begitu baiknya, sehingga setiap anak yang mau masuk ke bisnis diberi sebagian-sebagian dari bisnis tersebut. Praktek tersebut terus berjalan sampai tahun 1998. Dari tahun 1997 sampai 1998, Liem mendapat kontrak dari BULOG untuk mengimpor sekitar 2 juta ton beras yang bernilai $ 657 juta. Sebagai bagian dari kontrak itu, disebutkan bahwa anak terkecil Suharto, Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek) mengimpor 300.000 ton beras yang bernilai $ 90,3 juta. Selama 18 tahun terakhir, lewat adanya keinginan pemerintah untuk menstabilkan harga beras, anak-anak Suharto telah berhubungan dengan BULOG untuk menghasilkan sekitar $ 3 milyar sampai $ 5 milyar bagi mereka sendiri, demikian menurut seorang bekas pejabat pemerintah.
Anak tertua, Tutut, tumbuh menjadi ratu lebah dari klan Suharto. Basis kerajaan bisnisnya adalah Group Citra Lamtoro Gung. Bisnis besar pertamanya adalah membangun dan mengoperasikan jalan tol. Proyek jalan tol-nya yang pertama dimenangkannya tahun 1987, setelah pemerintah mengalahkan dua pesaing tender lainnya. Pembiayaannya berasal dari dua bank pemerintah, sebuah perusahaan semen milik pemerintah, dan yayasan milik Suharto. Ketika presiden Bank Bumi Daya menolak permintaan Tutut akan pinjaman-bebas-bunga, ia langsung dipecat. Di pertengahan tahun 1990, jalan tol-nya menghasilkan $ 210.000 per-hari. Di tahun 1995 , konsesi sistem jalan tol yang dipunyainya, bisnis yang paling menguntungkan di Indonesia, diperpanjang sampai tahun 2004. Kata Teddy Kharsadi, Direktur corporate-affair perusahaan jalan-tol PT Citra Marga Nusaphala, “Perpanjangan ini merupakan konsekuensi yang wajar dari investasi kami”.
Kerajaan bisnis Tutut meliputi juga telekomunikasi, perbankan, perkebunan,penggilingan tepung terigu, konstruksi, kehutanan, serta penyulingan dan perdagangan gula. Para pengusaha asing tidak bisa lain selain menjadikan keluarga Suharto sebagai partner-nya, bila mereka hendak ber-bisnis diIndonesia, dan Tutut akan selalu berada di deretan pertama di dalam daftar. “Banyak perusahaan multinasional besar menginginkan adanya koneksi yang kuat, dan hal ini tentu saja berguna bagi mereka”, kata Graeme Robertson, seorang Australia kelahiran Indonesia, yang perusahaannya – Group Swabara – bergerak di pertambangan emas dan batubara. Pada puncak kekuasaan Tutut, investor yang berkeinginan untuk menemuinya, harus membayar terlebih dahulu uang sebesar $ 50.000 sebagai “jasa konsultasi” kepadanya.
Di awal tahun 1990an, Indonesia mulai memperhatikan saran bagi dijalankannya ekonomi berorientasi pasar dengan menswastakan perusahaan-perusahaan negara. Keluarga Suharto adalah penerima manfaat terbesar. Suharto meniadakan monopoli negara dalam telekomunikasi di tahun 1993, dengan memberikan lisensi pengoperasian sambungan langsung internasional dan jaringan telpon bergerak digital yang pertama di Indonesia kepada perusahaannya Bambang, PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo). Pada saat yang sama, perusahaan negara PT Telkom menyerahkan basis pelanggannya kepada Satelindo, ketika Satelindo meluncurkan satelitnya sendiri, yang ketiga di Indonesia, lewat bantuan hutang sebesar $ 120 juta dari Bank Export-import Amerika. TIME telah meneliti bahwa pemerintah telah memberikan lisensi dan basis pelanggan Telkom kepada Satelindo tanpa tender atau pembayaran. Dengan bantuan cuma-cuma pemerintah inilah, Bambang mengontrol perusahaannya, yang menurut harga pasar bernilai $ 2,3 milyar di tahun 1995. Ketika perusahaan Deutsche Telekom Jerman membeli 25% saham Satelindo, mereka membayar sebesar $ 586 juta. Bambang juga menerima saham utama sebesar $ 90 juta sebagai jasa fasilitasi dari Deutsche Telekom sebagai bagian dari penjualan tersebut.
TERLALU BANYAK HAL YANG BAGUS
Kepentingan anak-anak Suharto menjadi semakin membesar sehingga mereka mulai bentrok satu sama lain. Bambang dan Tutut bersaing dalam mendirikan stasion televisi mereka masing-masing. Tommy bersaing dengan Sigit dalam penerbangan, serta dengan Bambang dalam produksi mobil dan perkapalan. Di tahun 1990 pemerintah mengadakan lelang bagi kontrak pengadaan peralatan pemindah 350.000 sambungan telpon. Perusahaan NEC Jepang bergabung dengan sebuah perusahaan milik Bambang. Pesaingnya perusahaan AT&T, memberi Tutut 25% saham dalam perusahaan lokal mereka bernama PT Lucent Technologies Indonesia. Pada akhirnya proyek tersebut dibagi 50-50 diantara AT&T-Tutut dengan NEC-Bambang. Di tahun 1996, Tutut berselisih dengan Sigit guna mendapatkan hak pengembangan tambang emas terbesar Busang di Kalimantan Timur. Partner Tutut, perusahaan Barrick-Gold dari Kanada, berlawanan dengan partner Sigit, Bre-X Minerals. Kali ini, dua-duanya mendapat hasil nihil. Busang ternyata hanyalah cerita bohong-bohongan terbesar dalam sejarah pertambangan.
Persaingan menjadi semakin keras ketika anak-cucu Suharto mulai mencari berbagai monopoli di bisnis pinggiran. Bambang mendapat kontrak untuk mengimpor kertas khusus untuk mencetak uang. Tutut mengambil-alih usaha pemrosesan SIM (Surat Ijin Mengemudi). Perusahaan istri Sigit, Elsye, menjadi produsen tunggal dalam pembuatan KTP. Di tahun 1996, cucu Suharto, Ari Sigit, merencanakan skema penjualan stiker pajak minuman bir dan alkohol sebesar $ 0,25 per-botol di Indonesia (bisnis ini akhirnya hancur karena para produsen menstop pengapalan bir ke Bali sebagai protes). Sembilan bulan sebelum Suharto turun, Ari berusaha untuk mengadakan proyek “sepatu nasional”, di mana semua anak Indonesia diharuskan untuk membeli sepatu sekolah dari perusahaan miliknya. “Pada akhirnya”, kata seorang pengacara Amerika yang telah 20 tahun bekerja di Indonesia, “satu hal yang paling transparan di Indonesia adalah korupsi”.
Ketika rejim Soeharto jatuh, anak-anaknya mempergunakan pengaruh yang mereka miliki untuk dapat melepaskan diri dari belitan hutang dan bisnis yang hancur. Pada bulan April 1994, Tommy beserta dua rekan bisnisnya dan Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) — organisasi petani yang dijalankan oleh pemerintah — meresmikan sepermarket Goro. Berdasarkan catatan Bank Bumi Daya, untuk kepentingan ini mereka memperoleh pinjaman sebesar $ 100 juta, dimana angsuran untuk pinjaman ini tidak pernah dibayar. Pada tanggal 4 Mei 1998, Tommy kemudian menjual dengan harga kontan seluruh saham atas supermarket ini kepada petani dan koperasinya seharga $ 112 juta, sehingga memindahkan seluruh beban hutang yang ada ke pundak petani dan PUSKUD. Menurut Ibnu Hartomo, adik lelaki ibu Tien, anak-anak Suharto itu sangat liar dan tampaknya sudah tidak lagi mengingat arti etika. Pada saat kerusuhan Mei, satu minggu sebelum Suharto mengundurkan diri, massa yang marah membakar habis salah satu toko Goro yang ada di Jakarta Selatan.
Walaupun banyak dari kekayaan Suharto hilang karena manajemen yang buruk dan juga karena ekonomi negara yang hancur – misalnya PT. Sempati Air milik Tommy bangkrut pada tahun 1998- keluarga ini masih tetap memiliki banyak usaha yang masih memberikan keuntungan. Satu dari banyak contoh adalah PT. Panutan Selaras milik Sigit yang memproduksi 25% dari bensin Premix High Octane yang banyak digunakan oleh mobil-mobil di Indonesia dan juga ia memiliki 22 tempat pengisian bensin di Jakarta, Surabaya dan Jawa Tengah. Sedangkan PT. Humpuss Trading milik Tommy juga memproduksi bensin High End.
Bisnis yang lain lagi adalah bisnis Real Estate. Saat harga-harga property berjatuhan, kekayaan property keluarga ini diperkirakan sebesar $ 1 Milyar, dan banyak lagi termasuk perkebunan tebu, mal-mal, hotel-hotel yang sampai saat ini masih terus membawa keuntungan. Di pertengahan tahun 1980, Bambang membayar pemerintah $ 700 per m2 untuk sebidang tanah di Jakarta Pusat dimana saat ini berdiri Hotel Grand Hyaat, asset utama PT. Plaza Indonesia. Di Bali, anak-anak tersebut juga berhasil menyabet permata yang paling berharga dari industri pariwisata; seperti: Bali Cliff Hotel (Sigit), Sheraton Nusa Indah Resort (Bambang), Sheraton Laguna Nusa Dua (Bambang), Bali Intercontinental Resort (Masih milik Bambang sampai 2 bulan yang lalu), Nikko Royal Hotel (milik Sigit sampai 6 bulan lalu), Four Seasons Resort di Jimbaran (Tommy) dan Bali Golf dan Country Club di Nusa Dua (Tommy). Tutut dan Tommy juga membeli Mabes Polri Pusat di Jakarta dengan harga 1/5 dari harga pasar. Menteri kehutanan Muslimin Nasution mengatakan terdapat 4.5 juta hektar hutan dan perkebunan yang terkait dengan anak-anak Suharto. Pengamat ekonomi Michael Backman dari Melbourne, yang telah menulis tentang Suharto dalam bukunya “Asian Eclipse: Exploring the Dark Side of Business in Asia”, menyatakan, “Bila ada yang mengatakan bahwa kerajaan bisnis keluarga Suharto sudah hancur, maka dia salah. Mereka masih mempunyai saham-saham di perusahaan kayu, perkebunan kelapa sawit, dan hotel-hotel. Semuanya itu masih menghasilkan banyak dollar”.
RODA KEADILAN
Suharto tetap bertahan bahwa aset kekayaan yang dimilikinya tidaklah banyak dan semuanya berada di Indonesia. Pengacara top-nya Kaligis mengatakan bahwa Suharto tidak punya satu sen pun di luar negeri. “Jika seseorang ketahuan membuka account atas namanya di luar negeri, dia (Suharto) menginstruksikan saya untuk mengajukan tuntutan terhadap mereka”, kata Kaligis. Sejak Suharto mengundurkan diri, Bambang dan keluarganya lebih banyak menggunakan waktu mereka di Los Angeles, Titik di Boston dimana anak lelakinya bersekolah, dan sisanya hampir sepanjang tahun berada di Indonesia. Sedangkan Sigit mempergunakan sebagian besar waktunya di sofa Versace favoritnya (dimana tak seorangpun diijinkan mendudukinya), bermain video game, dan menonton rekaman wayang kulit.
Ghalib mengatakan bahwa Suharto telah memindahkan tujuh yayasan miliknya dengan aset seharga $ 690 juta ke tangan pemerintah. Beberapa staff Ghalib menyatakan bahwa walaupun begitu Suharto masih tetap mengontrol yayasan-yayasan tersebut, dan harga yayasan-yayasan tersebut sebenarnya jauh lebih mahal.
Reformasi yang masih berlangsung di sektor perbankan tampaknya juga menolong anggota keluarga Suharto dan associate-nya dalam menutupi kewajiban untuk membayar hutang-hutang mereka. Oktober tahun lalu, Pemerintah merencanakan untuk menyatukan 4 bank pemerintah – dengan total hutangnya (performing loan) sebesar $ 11,5 milyar. Ke enam anak Suharto dan beberapa perusahaan yang berafiliasi dengan mereka terdaftar di pemerintah sebagai pemilik hutang (bad debts) sebesar $ 800 juta di ke 4 bank tersebut.
Bila jumlahnya diperinci, diantara mereka, Bambang dan Tommy saja sudah memiliki hutang sebesar $ 635 juta hanya di satu dari empat bank tersebut, yaitu Bank Bumi Daya. Seorang staf perbankan malaporkan bahwa laporan-laporan mengenai account mereka sering dipalsukan, termasuk $ 172 juta yang dipinjamkan ke Hashim Djojohadikusuma, kakak ipar Titiek, untuk membeli saham di salah satu bank lain. Meminjam uang untuk membeli saham bank lain di Indonesia dianggap ilegal. Ketika hal ini ditanyakan, kantor Hashim menyatakan bahwa dia tidak dapat diwawancarai karena kesibukannya. Ketika TIME melaporkan hal ini kepada Habibie, presiden ini baru mulai meneliti hal tersebut.
Penelitian yang sungguh-sungguh atas harta rampasan Suharto mungkin harus menunggu pemerintah yang baru. Pemilihan wakil-wakil rakyat yang dijadwalkan tanggal 7 Juni, yang kemudian akan diikuti dengan pemilihan presiden bulan November, dapat merubah secara mendasar keseimbangan politik. Dua calon utama presiden; Amien Rais dan Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa mereka akan mengadili Suharto atau mungkin memberikan pengampunan bila sebelumnya harta tidak halal keluarga Suharto dikembalikan. Megawati Suukarnoputri, anak perempuan presiden Sukarno dan juga calon presiden, belum meyatakan pendapatnya dengan jelas. Beberapa analis berpikir bahwa dia akan melepaskan Suharto sebagai ucapan terimakasihnya untuk tidak memenjarakan bapaknya.
Walau bagaimanapun ada kemungkinan anak-anak tersebut akan diperlakukan lebih buruk. Seorang kenalan keluarga Suharto mengatakan bahwa selama Suharto masih hidup, dia masih mungkin untuk melindungi mereka. Tetapi setelah dia pergi, mereka harus melarikan diri. Tiga dari mereka memiliki rumah di Amerika, sehingga jaksa-jaksa penuntut disana dapat mengejar mereka dengan Undang-Undang yang baru yang lebih keras dalam hal korupsi dan pencucian uang. Sedangkan Bambang yang mengontrol 2 perusahaan Amerika, ternyata masih dapat diperiksa dengan peraturan praktek korupsi untuk orang asing (Foreign Corrupt Practices Act). Pengawas korupsi dari Masyarakat Transparasi Indonesia; bekas menteri keuangan Mar’ie Muhammad menyatakan bahwa 79 dari 528 keppres yang dikeluarkan sejak tahun 1993 – Mei 1998 adalah tidak sah. Tetapi Suharto cukup hati-hati. Keppres-keppres tersebut — yang umumnya dilakukan pada setiap akhir 5 tahun masa tugasnya, terlebih dahulu telah di setujui oleh anggota DPR yang sebenarnya tidak banyak berfungsi dan hanya bisa menyetujui apa saja yang diajukan presiden. Lagipula, menurut pengacara Suharto, Juan Felix tampubolon, di Indonesia terdapat aturan mengenai pembatasan dari tindakan semacam itu, “bagi setiap kejahatan yang dilakukan seseorang, bila ada, sebelum tahun 1981, maka hak untuk menghukum yang bersangkutan telah habis masa berlakunya sesuai dengan aturan”. Bagi Suharto, maka jumlah $ 9 milyar di sebuah Bank Austria – akan mencukupi baginya untuk hidup enak di masa pensiunnya.

bersambung–2

0 komentar:

Poskan Komentar

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can alway preview any post or edit you before you share it to the world.